Sabtu, 05 November 2011

BONN, 18 November 1998

Date: Thu, 19 Nov 1998 11:51:35 From: indok@t-online.de (suhendra)
Subject: [reformasitotal] Demonstrasi di depan KBRI Bonn, Jerman 18/11/998 (fwd)

BONN, 18 November 1998
Sekitar 30 orang wakil mahasiswa Indonesia di Jerman melakukan aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bonn, hari Rabu 18 November. Mereka berdatangan dari berbagai kota, antara lain dari Hamburg, Bochum, Bonn, Hannover, Muenster, Dortmund, Koeln, Frankfurt dan Stuttgart. Seorang koordinatornya mengatakan, aksi yang dipelopori Perhimpunan Pelajar Indonesia, PPI Jerman tersebut, adalah tanda keprihatinan atas kekerasan militer, sekaligus solidaritas terhadap gerakan mahasiswa di Tanah Air. Para mahasiswa berusaha bertemu dengan wakil kedutaan Indonesia untuk melakukan dialog, namun pihak kedutaan menolak menerima delegasi mahasiswa, dengan alasan, Duta Besar sedang tidak ada di tempat. Setelah melakukan negosiasi, staf kedutaan memberitahukan bahwa untuk membuka pintu kedutaan harus mendapat ijin dari Atase Pertahanan yang sedang melakukan briefing di dalam gedung. Namun setelah ditunggu beberapa jam, ternyata pihak kedutaan tetap tidak bereaksi, hanya dari jendela tampak staf kedutaan sibuk merekam kejadian di luar gedung dengan video dan membuat foto-foto dengan kamera tele panjang.
Mahasiswa kemudian melakukan negosiasi lewat tilpun, tetapi staf kedutaan tetap tidak mengijinkan mereka masuk ke gedung kedutaan, yang dijaga polisi Jerman.
Ketika ditanya mengapa tidak ada ijin, dijawab: "Karena ada perintah atasan".
Akhirnya mahasiswa mendesak polisi Jerman bernegosiasi dengan pihak kedutaan, tetapi hasilnya tetap sama, kedutaan menolak untuk berdialog. "Mereka hanya mau menerima secarik kertas, seandainya kalian ingin menyampaikan sikap, tetapi mereka tidak mau bertemu," kata si polisi ketika ke luar dari KBRI.
Akhirnya para mahasiswa menggelar acara di luar gedung dengan orasi, pembacaan sajak dan pengibaran merah putih setengah siang. Seorang peserta mengatakan, jika pada awal Orde baru tuntutan reformasi dinaikkan dengan bantuan panser, maka gerakan 98 kali ini bukan dibantu tetapi dihadang panser dan peluru.
Namun ia tetap optimis, karena landasan utama perjuangan gerakan 98 bukanlah perebutan tahta kekuasaan seperti pada awal bangkitnya Orde Baru, tetapi memperjuangkan demokrasi dan penegakkan hak asasi manusia. Para wakil mahasiswa mempertanyakan sikap kerdil kedutaan Indonesia di Jerman, yang terlalu ketakutan melakukan dialog, walaupun jumlah delegasi mahasiswa jauh lebih sedikit daripada staf KBRI di dalam gedung. Duta Besar Indonesia di Jerman, Izhar Ibrahim, memang sedang tidak di tempat, namun staf kedutaan juga membenarkan bahwa ada perintah atasannya agar mereka tidak menerima mahasiswa berdialog. "Setahu saya, kedutaan Indonesia di Washington sikapnya lebih terbuka dan siap berdialog. Tetapi mentalitas dan kualitas banyak diplomat Indonesia di luar negri memang masih kedodoran. Pak Ibrahim berasal dari kalangan departemen luar negeri, seharusnya punya wawasan diplomatik dan politik lebih luas, bersikap lebih terbuka dan aspiratif", kata seorang peserta menyayangkan.
Setelah bertahan sepanjang hari dalam cuaca dingin, para mahasiswa tidak menyerah dan bermaksud kembali datang keesokan harinya, Kamis 19 November.

KRONOLOGI AKSI DI KBRI BONN; HARI PERTAMA (18.11.1998)
12:00 - 12:30 Tepat tengah hari, ditengah temperatur awal musim dingin -- sekitar 8 derajat celcius -- lima peserta pendahulu aksi unjuk rasa tiba di lokasi : persis di seberang gedung KBRI Jerman di Bonn. Cukup dalam waktu 30 menit, poster-poster sudah terpampang. Bisa disebut, antara lain, poster yang berbunyi "Stop Arming Indonesia" : sebuah seruan bahasa gambar yang kuat yang menuntut hentikan kerjasama/bantuan internasional di bidang militer. Dengan gamblang poster ini menunjukkan betapa selama ini sumberdaya militer malah digunakan membunuhi bangsanya sendiri : Aceh, Timor-Timur, Tanjung Priok dan sederetan panjang lainnya sampai ke peristiwa pembantaian di sela-sela Sidang Istimewa kemarin.
Sebelumnya pihak kepolisian setempat dengan simpatik mengkonfirmasikan ijin berdemonstrasi yang sudah diurus sehari sebelumnya. Tiga polisi Jerman sempat menengok sebentar bahasa poster, guna mencocokkan dengan tema demo yang diajukan ketika mengurus ijin. Selama proses tersebut, semua berjalan lancar dan amat rileks. Sampai akhirnya : "Oh gambar-gambarnya bagus," puji pak Polisi sembari menunjuk poster-poster Stop Arming.
Polisi bahkan mengajukan tawaran sebagai penghubung lantaran demo ini juga bermaksud membuka dialog dengan pihak KBRI. Sebuah tawaran ramah nan manis yang tentu disambut antusias oleh peserta aksi.
12:30 - 13:30 Para peserta aksi lainnya mulai bermunculan. Dari lima menjadi tujuh, lalu terus bertambah jadi 14 dan seterusnya sampai mencapai sekitar 25 orang. Bersalaman hangat dengan teman-teman yang baru berdatangan seakan mematahkan cubitan temperatur dingin, yang diam-diam menyusup dari sol sepatu.
Dan lalu munculah reaksi-reaksi menggelikan itu : korden-korden di jendela gedung KBRI sedikit tersingkap : para staf mengintip-intip. Disusul, secara mendadak, gerbang paviliun Konsulat urusan Imigrasi terkunci. Dan para pengintip semakin banyak. Kini mereka sambil membidik-bidikkan kameranya namun tak satu pun staf KBRI yang berani keluar gerbang. Mereka berusaha merekam semua sudut dengan kameranya. Gerak-geriknya sedemikian rupa seakan prosedur otomatis yang mau mendata wajah-wajah para peserta aksi.
Jadinya, tingkah tersebut mengundang ide-ide jail para peserta demo. Beberapa teman yang juga berbekal kamera, segera membalas membidik staf KBRI yang tengah memotreti dari halaman gedung -- tapi masih dari balik gerbang besi yang kokoh itu. Lucu : kamera dengan kamera saling intip-intipan. Yang satu begitu seriusnya, yang lain -- pihak demonstran -- sambil tersenyum-senyum menahan geli.
13:30 - 13:45 Sambil diiringi lagu Padamu Negeri, wakil-wakil peserta aksi -- Isman, Novi, Johnson, Hok An dan Affan -- maju mau masuk gedung KBRI. Pak Polisi mengantar sampai tepat di gerbang. Begitu bel berdering, gerbang terbuka, juga ternyata pintu lobby tak dikunci. Para wakil melenggang santai. Namun tidak para resepsionis di dalam : mereka kaget, panik dan serentak menghampiri para wakil dan berusaha keras tampil santai menanyakan maksud kunjungan. Jelas, mau menemui Duta Besar, toh? Lalu dikabarkan Dubes sedang tidak ada di tempat. Ia sedang berada di Bremen. Oke, kalau begitu, dengan Atase Pertahanan (Athan). Setelah menanyakan ke dalam, resepsionis bilang Athan bersedia bertemu tapi nanti pada pukul 14:00, karena saat itu masih jam istirahat. Lalu para wakil dipersilakan keluar gerbang, untuk nanti kembali lagi pas pukul 14:00.
14:00 - 14:30 Para wakil kembali menghampiri gerbang. Kini Pak Polisinya baru, yang sebelumnya sudah 'diaplus'. Prosesnya jadi sedikit berbeda. Pak Polisi dan staf KBRI yang kini muncul bersiaga di balik gerbang, tidak memperbolehkan para wakil langsung masuk gerbang. Mereka disuruh menunggu diluar sementara staf tadi akan menanyakan dulu pimpinannya di dalam gedung.
Sepuluh menit, lima belas menit, berlalu tak ada keputusan. Lalu para wakil meminta Pak Polisi menanyakan jawaban dari dalam. Hasilnya, menurut Pak Polisi, pihak KBRI tidak mau menerima perwakilan aksi. Hanya dibolehkan dua orang saja masuk ke gerbang dan itu pun cuma sekedar menyerahkan pernyataan dan tuntutan aksi. Tak ada dialog. Mereka menutup pintu komunikasi.
14:30 - 15:30 Lalu dicoba mengkontak via telpon menanyakan alasan penolakan menerima para wakil. Dan, lagi-lagi, penolakan : "Athan sedang briefing dan tidak ada waktu," begitu kurang lebih jawabannya.
Gedung abu-abu, udara dingin dan rasa mangkel bergejolak jadi satu. Selain itu, di satu sisi, aksi ini bertolak dari pandangan bahwa gedung itu adalah gedungnya rakyat juga karena ia dibiayai negara (0uang rakyat). Di sisi lain, ada kepolisian setempat yang sudah lama menerapkan aturan bahwa jarak sekian meter dari gerbang gedung kedutaan adalah area terlarang bagi aksi demonstrasi -- karena itu ijinnya hanya diperbolehkan di seberang jalan di depan gedung.
Sambil tetap membentangkan poster-poster, yang efektif membetot perhatian lalu lintas yang lewat, para peserta bergantian menyantap makan siang guna tetap bisa bertahan dalam udara dingin.
15:30-16:00 Usaha membuka dialog kembali dicoba. Prosesnya serupa. Polisi bertindak sebagai mediator karena ia tidak mau delegasi masuk tanpa ijin dari pihak KBRI. Muncul staf bernama Pak Didik, seorang staf lokal urusan protokoler. Jawabannya bikin sebal : delegasi diterima tapi hanya diluar pagar dan tuntutan diserahkan untuk nanti diteruskan ke Jakarta. Diterima tapi diluar? Pak Didik malah lantas menambahkan semacam maklumat : dalam aturan KBRI, demontrasi tidak pernah diterima masuk, cukup diluar pagar saja.
16:00-16:30 Peserta aksi jelas marah. Kemudian diputuskan, cukup dan tidak perlu perundingan lagi. Skenario alternatif dijalankan : upacara penurunan bendera dari satu tiang penuh menjadi setengah tiang. Bendera dan tiang sederhana sudah disiapkan sebelumnya dan lokasinya tetap di seberang KBRI.
Dalam posisi melingkari Merah Putih semua menyanyikan Indonesia Raya. Terasa pedih. Kepedihan yang disambung dalam renungan mengheningkan cipta : kampung di sana kini menjadi negeri setengah tiang lantaran dihajar tentara. Lagu Gugur Bunga pun mengumandang dari suara-suara yang diiris-iris perih.
Rekan Iwan dari Hannover membacakan sebuah sajak yang oleh penciptanya tampaknya dibuat tak lama setelah peristiwa pembantaian Semanggi. Baris demi baris berlalu, terasa mencekam. Memasuki bait ketiga, suara tercekat Iwan tak bisa keluar lagi. Ia terisak dan tak mampu meneruskan pembacaan sajaknya. Teman disampingnya mengambil alih, meneruskan sisa baris sajak yang belum habis dibaca.
Mendung membayang. Hok An tampil mengajukan orasi yang ditutup tepuk tangan optimis peserta aksi. "Kita akan tetap optimis karena ini adalah saatnya hak asasi dan demokrasi berbicara," tandas aktivis senior dari IMBASS itu.
Aksi ditutup setelah sekali lagi menyanyikan Padamu Negeri.
IndoProtest - http://members.tripod.com/~indoprotest

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons