Sabtu, 29 Oktober 2011

Prasasti Selendang

Romantisme KOPI

Ada romantisme menikmati kopi di pinggir jalan kota ini, yang asli Jogja dan tradisional diperoleh di angkringan dan yang berbau urban lifestyle yang modern dan berasa global ada di coffe shop rumah rumah kopi yang mulai marak muncul di Jogja. Sama-sama menawarkan kopi yang dengan cita rasa masing-masing di sore hari. Kopi menjadi teman menikmati kesendirian pada sore hari yang ramai di kota ini atau menikmati keakraban bersama di keredupan suasana senja. Budaya kopi adalah budaya sore, begitu kata salah seorang sahabat yang kerap melewatkan waktu santainya di sore hari dengan secangkir kopi, mungkin anda juga salah satunya. Kenikmatan kopi terletak pada aromanya yang khas dan kandungan kafeinnya, aroma kopi yang khas sering dianggap sebagai alasan hadirnya kesegaran setelah menikmati kopi, walaupun sebenarnya kandungan kafein-nyalah yang secara alami menstimulasi susunan saraf pusat dan menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran darah yang menunjang aktifitas lanjutan , sehingga kopi seharusnya justru dinikmati dipagi hari bukan sore hari. Namun tidak ada salahnya jika kita ingin tetap bersemangat di sore hari, nikmatilah kopi dan nikmatilah sore anda.

Menikmati kopi memang bukan budaya semua orang, ada yang suka, ada yang kurang suka atau bahkan tidak suka, ada yang suka tapi tidak boleh, dan ada juga yang sudah addicted, untuk anda yang masih dalam tahap suka, berhitunglah dalam menikmati kopi, karena bila berlebihan kopi mungkin hanya akan menjadi nostalgia bagi anda. Nikmatilah kopi sewajarnya.
Cara penyajian kopi pun kini tak lagi melulu panas atau hangat, tapi juga dingin. Kopi bisa dinikmati dalam sajian yang berbeda-beda. Juga tak melulu campuran kopi dan gula, tapi juga ditambahi bahan/aroma lain untuk efek rasa yang berbeda. Tergantung rasa yang diinginkan untuk menemani suasana yang ingin dihadirkan.

Kopi adalah penyegar pikiran. Goresan-goresan atau coretan-coretan ide yang kaya makna seringkali hadir dalam setiap tegukan kopi, hal inilah yang menyebabkan kopi dapat dinikmati berbagai kalangan, orang akan merasa betah berlama-lama menikmati kopi sambil larut dalam pekerjaannya. Tidak hanya diwaktu santai, disaat-saat sibuk pun kopi dapat menjaga pikiran agar tetap segar, ini mungkin salah satu kelebihan kopi atau barangkali malah keburukannya. Yang pasti kopi seringkali menjadi pelepas kesuntukan atau sarana untuk me-refresh pikiran dan penat kerja, terutama bagi anda yang membutuhkan energi tambahan saat bekerja dimalam hari.

Romantisme budaya kopi, yang sejak dulu hingga kini memiliki tempat khusus bagi masyarakat kota, adalah segala keistimewaan secangkir minuman sederhana, yang dapat selalu mencipta satu waktu berharga lewat tuangan suasana cair dan segar bersama kekhasan harumnya. Menikmati kopi dalam suasana kota merupakan pilihan sekaligus gaya hidup, penikmat kopi biasanya selalu memilih tempat favoritnya untuk urusan yang satu ini.

Memilih coffe shop atau angkringan sebagai jalan menikmati kopi di kota ini adalah sebuah pilihan, semua tergantung suasana hati setiap orang walau urusan kopi adalah juga urusan gengsi, namun kota Jogja mensejajarkan romantisme keduanya dalam kekhasan masing-masing, terserah selera kita, mau menikmati suasana keakraban yang benar-benar lokal dari angkringan, yang glocal dan tetap saja berasa lokal di coffe shop ,karena tak jarang kafe-kafe di Jogja juga menghadirkan suasana khas Jogja dalam racikan kontemporer, atau yang bertema luar sama sekali. Rumah – rumah kopi dan angkringan ini dapat dengan mudah kita temui di sepanjang jalan-jalan kota di Jogja ‘berdampingan’ dengan mesra menawarkan pilihan suasana yang berbeda, seperti di jalan Solo, jalan Gejayan, jalan Magelang, jalan Parangtritis, jalan Selokan Mataram, atau di beberapa area seperti di Kotabaru, Seturan, Babarsari, selain di mal-mal dan hotel-hotel tentunya.
Racikan kopi yang dipilih juga dapat menjadi gambaran suasana hati penikmatnya, selain alasan ‘ini kopi favoritku’ dan sebagainya. Pilihan yang beragam dari racikan secangkir kopi : Espresso, Cappucino, Frappucinno, Doppio/Double shot, Freddo/Iced coffee, Marocchino, Hag, Latte, Americano, Macchiato, atau Granita di caffe con panna atau kopi tubruk, kopi jahe, kopi susu, kopi joss, adalah ragam pilihan rasa yang dapat menghadirkan suasana berbeda.

Tinggal kita saja, mau memilih yang mana cappucino atau kopi jahe yang cocok untuk menemani sore kita di dalam kota yang selalu bergerak ini. (zlf)
Fakta bercerita kepada kita: 

Kopi muncul pertama kali di daratan Afrika. Hingga abad ke-10, orang Ethiopia terbiasa mencampur kopi dengan lemak hewan kemudian mencetaknya dalam bentuk bola-bola kecil untuk dimakan selama melakukan perjalanan jauh. Pada abad ke-13, khasiat yang terkandung di dalam kopi mulai diteliti dan dimanfaatkan oleh sebagian biarawan Gereja untuk membantu ibadahnya tanpa terganggu kantuk. Sejak saat itu, muncul warung-warung kopi sebagai tempat pertemuan yang banyak disukai orang.
Warung kopi yang dibuka di Inggris pada tahun 1637 merupakan yang pertama di benua Eropa. Dalam kurun waktu 30 tahun, warung kopi berubah menjadi tempat interaksi sosial masyarakat dari berbagai kalangan termasuk politikus.
Negara kita merupakan salah satu penyumbang terbesar komoditi kopi di dunia. Jenis kopi yang paling banyak diperdagangkan di dunia adalah kopi Arabika yang diproduksi sebanyak 75% dan sisanya adalah kopi Robusta. Indonesia menyumbang 10% dari total produksi kopi Arabika dan 90% dari total produksi kopi Robusta.

foto Cangkir oleh Anggara Pramudita



FAM-J


Kenang Tragedi Trisakti, FAM-J Turun Jalan
Rabu, 12 Mei 2010 11:35:00

YOGYA (KRjogja.com) - Sejumlah mahasiswa Yogyakarta yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa Jogjakarta (FAM-J) turun ke jalan memperingati tragedi Kampus Trisakti tanggal 12 Mei 1998 lalu. Massa memblokade jalan dan berorasi di pertigaan jalan Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta Sunan Kalijaga (Suka), Rabu (12/5).
Menurut koordinator lapangan, Ahmad Yani, momentum 12 Mei merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena pada hari itu ribuan mahasiswa dari berbagai kampus melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai presiden RI. Dalam perjuangan menurunkan rezim waktu itu, empat nyawa mahasiswa Trisakti melayang di tangan aparat keamanan.
“Kami tidak menuntut apa-apa. Kami hanya mengenang perjuangan para mahasiswa waktu itu, yang merupakan peristiwa monumental dalam proses pelengseran Soeharto dari kursi kepresidenannya," ujarnya.
Dikatakannya, aksi yang dilakukan para mahasiswa merupakan aksi damai dan mengenang perjuangan para mahasiswa Trisakti. FAM-J juga berharap, agar seluruh eleman bangsa ini turut memperingati peristiwa Trisakti tersebut sebagai tragedi nasional.
“Tragedi berdarah Trisakti mengiris hati kami ketika kami mengingatnya. Oleh karena itu, setiap tanggal 12 Mei, demi menunjukkan rasa simpatik dan mengenang korban yang telah meninggal, kami sepakat mengadakan aksi damai," imbuh Ahmad. (Den)

Sumber:


Selasa, 25 Oktober 2011

POSISI DAN PERAN PMII DALAM ARUS PRAGMATISME





Secara sosiologis, posisi dan peran hanyalah dua sisi dari satu fenomena yang sama. Seringkali posisi itu merupakan sisi yang pasif. Sedangkan peran adalah sisi yang aktif. Oleh karena itu membicarakan masalah poisi dan peran secara praktis sebenarnya tidak bisa dipisahkan, hanya bisa dibedakan.
Pada dasarnya posisi dan peran PMII bisa dilihat dari arah dan dimensi yang berbeda :

Pertama : Jika kita menggunakan kerangka negara dan mesyarakat sipil (State and cicil sociaty) dalam konteks ini posisi dan peran PMII apa.
Kedua : Dari sisi paradigma perubahan sosial, dalam konteks
perubahan sosial ini posisi dan perannya sebagai apa.
Ketiga : Posisi dan peran PMII dalam gerakan sosial, maka juga
penting dikaji posisi PMII dimana dan apa perannya.

Secara organisatoris dan fungsional, PMII memang tidak menduduki tempat yang sembarangan. Artinya secara keseluruhan bisa merupakan salah satu dari elite di dalam masyarakat. Kalau kita kita menggunakan elite dengan massa, kontradiktif memang. Apakah PMII itu organisasi elite atau organisasi massa. Cara pandang yang kontradiktif ini akan membawa implikasi-implikasi tertentu. Keadaan ini di dalam PMII sendiri masih menjadi perdebatan. Adanya kecendrungan yang menganggap PMII sebagai organisasi massa, sehingga ada sebagian tokoh-tokoh PMII dalam moment-moment tertentu atau dalam menanggapi issu-issu yang muncul cendrumg mengaerahkan massa. Tetapi disisi lain adanya pmikiran bahwa PMII bukan organisasi massa, dengan perhitungan: berapa banyak jumlah mahasiswa di Indonsia, dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan.

Dalam konteks mahasiswa, berapa jumlah anggota PMII dari keselurhan mahasiswa di Indonesia. Disadari atau tidak, sebenarnya pengelompokan ini lebih bersifat eksklusif, lalu menjadi elitis. Seseorang yang tidak menjadi mahasiswa tidak akan bisa menjadi anggota PMII. Dalam hal ini jelas, pemilahan sebagai kelompok mahasiswa dengan massa secara umum. Oleh karena itu, jika dikembangkan lebih jauh, maka peran PMII dalam versi ini, bukan dengan melakukan pengerahan massa sebanyak-banyaknya, tetapi merebut posisi dan peran tertentu yang dianggap strategis.

Dua kecendrungan tersebut masih ada di dalam tubuh PMII, yang nampaknya akan menjadi gerakan-gerakan dinamis di dalam PMII itu sendiri dan itu akan terlihat dalam kelompok-kelompok periode kepengurusan. Sesungguhnya kepengurusan itu merupakan pergumulan resultante dari berbagai kepentingan yang ada dalam tubuh organisasi PMII.

Selaras dengan pandangan yang terakhir ini, bahwa PMII secara institusional tidak harus besar, tetapi individu-individu yang ada di dalamnya yang harus besar dan berkualitas, individu yang mempunyai kualitas Ulul Albab, secara real, berbagai indikasi normatif yang ada harus diaktualisasikan , sehingga kualitas kader PMII benar-benar dapat dibuktikan dihadapan zaman.

Persoalannya adalah bagaimana PMII melihat keadaan dan perubahan-perubahan sosial dalam konteks masyarakat Indonesia. Pilihan-pilihan paradigma mempunyai implikasi berbeda terhadap pilihan-pilihan gerakan yang akan berbeda pula. Ini persoalan-persoalan yang harus diselesaikan secara internal oleh PMII.

Dalam arus gerakan-gerakan sosial, ada beberapa pandangan tentang geraka sosial :
Pertama : Social movement, adalah gerakan sosial yang bersifat sporadis, spontan, tujuannya jelas dan berjangka pendek, sangat impulsif, misalnya gerakan buruh yang menuntut kenaikan upah, bila tuntutan itu sudah dipenuhi, maka selesailah gerakan itu. Gerakan ini sebagai gerakan sesaat, karena spontan dan tujuannya berjangka pendek, dan organisasinya tidak disiapkan secara matang, maka sangat mudah dipatahkan oleh kekuatan rezim yang berkuasa.

Kedua : Social cultural movement, tujuannya jangka panjang, lebih fundamental, karena yang dihadapi higemoni kekuasaan, hegemoni kelompok-kelompok diminan yang berkuasa, oleh karena itu strategi yang digunakan berbeda dengan yang pertama. Sasaran, pemberdayaan kelompok-kelompok rentan, kelompok-kelompok marginal dan terpinggirkan dan orientasinya kultural.

Ketiga : Historical movement, pergolakan yang sangat panjang, lebih panjang dari social cultural movement dan ini lebih bersifat historis, artinya sejarah yang akan menentukan.

Dalam konteks social cultural movement, sebenarnya masalah utamanya adalah higemoni kelompok-kelompok dominan dan kepemimpinan kultural. Oleh karena itu, salah satu strateginya adalah perang kultural yaitu bagaimana merebut kepemimpinan kultural dan intelektual. Misalnya bagaimana menentukan isu-isu yang dapat membalikkan higemoni. Jadi kebih bersifat counter higemoni. Dalam hal ini mendekonstruksikan wacana yang sedang dominan pada saat tertentu. Kalau rezim sekarang, misalnya ideologinya Develpomentalisme maka yang harus di dekonstruksi adalah ideologi developmentalisme. 
Mendekonstruksikan wacana-wacana yang higemonis yang disebut dengan War of Position.
Dalam posisi seperti ini, PMII harus berfikir utuh untuk melakukan social movement jangka pendek, ramai-ramai mengerahkan massa untuk menuntut perubahan upah buruh lalu selesai atau atau pada social and cultural meovement yang strategi utamanya adalah War Of Position, perang merebut kepemimpinan kultural dan intelktual.

PMII sebagai kelompok mahasiswa, jika diletakkan pada konteks gerakan sosial, maka pilihan pada posisi social and cultural movement di dalam jangka panjang, patut dipertimbangkan, sehingga seluruh sumber daya yang ada dipersiapkan untuk merebut higemoni kultural. Ini mengharuskan para pemimpin menciptakan isu, kemudian mendekonstruksikan wacana yang sedang higemonis. )

Jika saat ini yang menghigemoni aliran modernisme dan developmentalisme, maka fungsi, posisi dan peran yang diambil PMII, adalah mempelajari secara sungguh-sungguh apa itu ideologi developmentalisme. Kemudian mendekondtruksikan mitos-mitos developmentalisme, mensosialisasikan, menebarkan ide-ide dekonstruksi tadi, counter higemoni itu kepada masyarakat luas. Pada tahapan ini dilakukan dengan kelompok-kelompok pro demokrasi lain yang dianggap punya akses massa.

Jika PMII terjebak pada permainan-permainan jangka pendek, maka sumbangannya terhadap proses pemerdekaan, pembebasan bangsa ini menjadi sangat kecil dan terbatas. Sumbangan fundamental harus diletakkan pada social and cultural movement. Memang perjuangan ini lebih berat dan tidak populer serta tidak menghantarkan orang menjadi pahlawan-pahlawan dadakan. Ini menjadi tantangan besar, menjadi aktor intelektual dalam perubahan sosial yang besar.

Untuk itu memang tersedia pilihan-pilihan, apakah PMII akan melakukan investasi pada seluruh daya untuk gerakan-gerakan yang bersifat spontan gerakan-gerakan massa, atau invstasi jangka panjang untuk menumbukan kader-kader yang mempunyai ketejaman analisis sosial dan mempunyai komitmen tinggi terhadap mustad’afin, bukan terhadap dirinya sendiri, posisi organisasinya sendiri. Disini PMII ditantang untuk melampaui batas-batas etnis, ras dan keagamaan, karena yang dibela itu golongan tertindas.

Betapapun dalamnya PMII terlibat di dalam kehidupan politik , seperti tampak dalam perjalanan sejarah Indonesia, namun umumnya pengamat cenderung berkesimpulan bahwa PMII itu merupakan kekuatan moral. Perannya membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap kelalaian penguasa di dalam tugasnya menyelenggarakan pemerintahan atas nama rakyat.

Dalam rangka mewujudkan perannya, PMII terlibat secara aktif dalam proses pembangunan bangsanya. Secara struktural, ia menduduki struktur politik yang dianggap bermanfaat untuk melaksanakan fungsi kritik dan korektif atau pembaharuan, atau membangun gerakan-gerakan tertentu yang diorganisasikan secara tetap untuk menanggapi permasalahan masyarakat. Disamping itu keterlibatan PMII dalam kehidupan politik, berlangsung secara terbatas dan bersifat sporadis atau temporal. Dalam hal ini PMII berpolitik dalam bentuk kritik yang berkenaan dengan masalah-masalah krusial dalam kehidupan masyarakat laus.

Dengan melihat posisi yang demikian itu gayuh politik PMII terletak bukan pada kuantitasnya, akan tetapi justru titik gayuhnya ada pada kualitas “input politik”, bukan pada kualitas proses politik. Pada kasus tuntutan PMII terhadap mundurnya seorang Menteri Agama yang dinilai melakukan kesalahan terhadap kepentingan ummat Islam pada tahun 1991 (kasus Mena) adalah contoh yang pas dari peran Input Politik.

Masalahnya sekaang ialah sampai seberapa jauh takaran perhatian pada peran politik dibandingkan dengan peran lainnya. Terkadang peran politik itu muncul disebabkan aanya interes politik yang bersinggungan dengan tujuannya, maka itulah yang disebut sebagai political side atau sisi politik. Jadi politik PMII muncul sejalan dengan kiprahnya memperjuangkan cita-cita dan tujuannya.

Gerakan politik PMII beupa kontemplatif-reflektif dan etis-normatif dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan budaya politik yang bebas, mandiri, bertanggung jawab serta demokratis. Budaya politik yang matang dan arif akan menghantarkan pada perilaku dan partisipasi politik yang independen, bukan mobilisasi.

Gerakan PMII senantiasa mendasarkan diri pada komitmen keadilan , kebenaran dan kejujuran. Selama hal ini belum menjadi life style bangsa Indonesia, maka gerakan PMII akan terus dilakukan.
Mengembangkan suasana patnership, dialogis kepada semua pihak diluar PMII. Bukan zamannya lagi independen dan eksklusif, taetapi dapat diganti dengan pola interdependensi. Gerakan PMII harus berani, keras tetapi bertanggung jawab yang dilandasi semangat kebangsaan dan akhlakul karimah.

Dua bentuk sumber daya yang menjadi tenaga pendorong bagi PMII untuk terlibat dalam proses politik :
Pertama : Ilmu pengetahuan. Kombinasi antara watak ilmiah yaitu kritis – obyektif dengan pengetahuan yang sistematik tentang masalah-masalah kemasyarakatan disamping masalah yang menjadi bidang spesialisasinya, mendorong PMII untuk mengadakan penilaian dan menentukan sikap tentangb kehidupan masyarakat yang mengelilinginya.

Kedua : Sikap idealisme yang lazim menjadi ciri mahasiswa pada umumnya. Sebagai unsur dari masyarakat yang masih bebas dari struktur kekuasaan, ada di dalam masyarakat. Kombinasi antara kebebasan struktural itu dengan pengetahuan dan pemahaman mereka akan cita-cita, idea atau pemikiran tentang politik, budaya ekonomi dan kemasyarakatan memungkinkan PMII mempunyai sikap kritis.

Dengan menyadari posisinya sebagai kekuatan intelektual yang gandrung akan pembaharuan dan masa depan bangsanya, maka sepantasnya PMII selalu berada dalam ruang pencarian alternatif pembaharuan, eksploraasi yang berangkat dari kenyataan kekinian. Dengan keasadaran ini PMII, akan dengan mudah melakukan inventarisasi agenda-agenda pembaharuan bagi perjalanan bangsanya.
MENUMBUHKAN SIKAP MANDIRI
Dalam sebuah sistem politik yang korporatif memang tidak dimungkinkan tumbuhnya kelompok-kelompok independen diluar skenario negara, semuanya harus masuk dalam korporasi negara. Maka lembaga dan organisasi massa – termasuk orgaisasi kemahasiswaan – tidak lepas dari cengkraman sistem korporasi tersebut. Independen dengan demikian dianggap sebagai pembangkangan. Ini terbukti dari upaya yang ditempuh NU (nahdlatul Ulama) untuk tampil sebagai organisasi masyarakat sipil yang independen ternyata menghadapi tantangan sangat keras, baik dari dalam, yakni para elite NU yang ingin memperoleh fasilitas dari pengauasa, maupun dari luar, yakni dari sekelompok aparat yang menginginkan NU sebagai organisasi yang patuh dalam arti tidak lagi malakukan kontrol sosial.

Sejalan dengan dominannya negara, yang menjadi ciri lain dari sistem ini adalah satuansatuan unsur masyarakat kurang begitu berdaulat. Proses pengangkatan dan penempatan politik (political recrutment) tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang disyaratkan oleh negara. Sama halnya dalam sektor ekonomi dalam bidang-bidang yang lainpun jika ingin menempati posisi penting dalam sistem tersebut perlu memelihara hubungan yang dekat dengan negara. Hal inilah yang membuat begitu “stabilnya” sistem politik. Negara tidak dengan sendirinya mewujudkan kebijaksanaannya, hanya sayangnya unsur-unsur masyarakat menjadi terabaikan. Posisinya hanya berada dipinggir decition making, yang fungsinya hanya mengimplementasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang datang dari negara.

Salah satu ciri yang menonjol dar sistm ini, yaitu sangat bearnya peran negara dalam setiap sektor kehidupan masyarakat yang ditandai dengan munculnya negara sebagai suatu kekuatan yang tak sebanding dengan unsur-unsur kekuatan masyarakat. Negara dalam hal ini adalah lembaga modern berdasarkan azas kesatuan bangsa (nation state), yang berupa birokrasi baik sipil maupun militer.

Sebagai organisasi mahasiswa yang bedemensi kepemudaan, PMII mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam meningkatkan kualitas warganya, bukan semata sebagai batu loncatan untuk meraih posisi-posisi politik dan kekuasaan. Keadaan ini hampir terjadi pada setiap organisasi baik kemahasiswaan maupun kepemudaan. Hal ini tidak terlalu memprihatinkan seandainya berakibat tumpulnya daya kritis mereka terhadap penyimpangan sosial dan politik dan masyarakat mereka akan memilih diam, kritik dipandang sebagai perlawanan, karena itu mereka hindari. Akibatnya merekapun selalu tampil sebagai anak manis. Yang dilakukan bukanlah tugas penyadaran masyarakat, melainkan sekedar akrobat politik dalam bentuk sowan-sowanan, minta restu atau minta perlindungan.

Bila mahasiswa dan kalangan terpelajar telah menjadi subordinasi kekuasaan, maka dengan dalih keselarasan dan kekeluargaan atau sekedar kerikuhan, akhirnya tidak bisa dan tidak mau melakukan kritik sosial dan kontrol kekuasaan atas dasar tanggung jawab moral. Ini berarti membiarkan masyarakat dan bangsa terjerumus kedalam jurang kehancuran. Karena pada hakekatnya kritik itu adalah peringatan, bukan perlawanan. Tidak mudah memang malakukan kritik, karena ini menyangkut kapasitas lembaga seseorang:
Pertama : Harus tahu persoalan-persoalan sosial, baik konseptuan maupun praktikal.
Kedua : Diperlukan ketajaman visi.
Ketiga : Dibutuhkan kematangan sikap dan keberanian moral.

Dengan demikian, seperti telah disebut dalam bab terdahulu. Ketika PMII dengan sikap kritisnya mampu merumuskan masyarakat yang dicita-citakan, maka sikap itu terkait dengan kemampuan untuk bersikap mandiri (independen).

Sikap mandiri itu artinya “pembebasan manusia dari ketidak dewasaan yang diciptakan sendiri”. Ketidak dewasaan ini adalah ketidak mampuan manusia untuk memakai pengertian tanpa pengarahan orang lain. Diciptakan sendiri, berarti ketidak matangan ini tidak disebabkan oelh karena kekurangan dalam akal budi, melainkan karena kurangnya ketegasan dan keberanian untuk memakainya tanpa pengarahan orang lain. Kemandirian (independen) berarti keberanian untuk memakai akal budi, kemampuan untuk menggunakan penalaran yang obyektif dan kritis.

Dengan independensi, artinya bahwa segenap pola perilaku dan berbagai pilihan peran yang hendak diambil, adalah berdasarkan pada kebenaran, dan obyektif seperti yang diyakininya. Artinya kemandirian dalam mengambil sikap dan tindakan, tidak terpengaruh oleh kekuatan dan tantangan apapun, harus menyuarakan nilai-nilai kejujuran, kebenaran dan keadilan. Hal ini menjadi penting, ketika kita memaknakan kembali independensi PMII. Sebab hanya dengan kematangan dan kemandirianlah yang menjadi tuntutan perkembangan. Apabila kesadaran sebagai bagian dari kekuatan moral, maka independensi adalah modal utamanya.

Namun semua itu tidak muncul dengan sendirinya, maliankan sangat erat kaitannya dengan ada tidaknya proses sosialisasi nilai moral, baik yang besifat keagamaan maupun kamanusiaan serta bagaimana cara mengejawantahkan dalam sikap, ucapan dan tindakan. Bila nilai-nilai tersebut tidak pernah di internalisasikan, maka akbiatnya seperti yang sering kita lihat pada elite organisasi hanya belajar begaimana mengendap-endap disekitar pusat-pusat kekuasaan untuk memperoleh kesempatan.

Dalam sistem politik yang serba tretutup dan tidak adanya transparansi dalam rekrutmen kader seperti sekarang, tipe-tipe orang semacam itu memang lebih banyak mendapat kesempatan, tetapi perlu dicatat, bahwa orang semacam itu tidak akan memberikan kontribusi apa-apa terhadap kehidupan masyarakat dan bangsanya. Sebaliknya dalam situasi politik yang lebih transparan dan kompetitif tipe orang semacam itu tidak lagi relevan. Dalam sistem yang disebut terakhir ini membutuhkan manusia yang berkarakter dan berkapasitas. Disinilah ormas, baik kemahasiswaan maupun kepemudaan mesti mempertimbangkan kembali sistem kaderisasi yang ada, kalau tidak, mereka tidak akan dapat berdialog dengan perkembangan zaman.

PMII DAN HIGEMONI ORDE BARU
Menipisnya peran yang dimainkan PMII dalam sistem orde baru merupakan konsekwensi logis dari upaya setengah hati yang oleh aktivis PMII pasca 70-an. Walaupun begitu, kegagapan ini tidak dapat ditimpakan sepenuhnya kepundak para aktivis tersebut, karena pandangan dan gagasan yang dominan tentang peran mahasiswa juga merupakan pandangan resmi penguasa orde baru yang terus disebarkan sebagai dasar legitimasi untuk memperoleh dukungan kaum muda itu. Negara memandang bahwa mahasiswa merupakan “harapan bangsa”, sehungga perlu memainkan peran untuk kemajuan bangsa dan negara dalam batas-batas yang ditentukan sendiri oleh negara. Mahasiswa juga diperbolehkan melakukan “politik praktis” tetapi harus disalurkan melalui lembaga-lembaga politik yang disahkan negara seperti partai politik dan organisasi kepemudaan. Sebaliknya mahasiswa melihat bahwa unsur-unsur dalam aparat negara juga bisa melakukan kesalahan dalam menjalankan pembangunan dan modernisasi. Sehingga calon intelektual dan agen modernisasi mahasiswa bertugas menjalankan fungsi kontrol sosial dkritik yang membangun dan bertanggung jawab. Jadi, persepsi PMII tentang mereka sendiri dan “ideologi” negara tentang mahasiswa pada hakekatnya sama sekali tidak bertolak belakang. Mahasiswa menerima tawaran untuk memainkan perannya dalam sistem tersebut dan lakon yang dikehendaki negara, dan sebaliknya negara mampu mengarahkan lakon sambil menjaga batas-batasnya.

Sudah tentu, panggung yang disediakan dan skenario yang ditawarkan negara tidak harus diterima sepenuhnya. Pasang-surut gerakan PMII, menunjukkan bahwa ada pola-pola resistensi tertentu yang dilakukan PMII untuk menolak dan keluar dari panggung tersebut. Walaupun demikian, gagasan dominan yang mernguasai hampir sebagian besar aktivitasnya tetaplah ideologi yang dominan. Oleh karena itu perlu memeriksa bukan hanya mengapa terjadi proses mitologisasi tentang peran mahasiswa (termasuk PMII), tetapi lebih jauh mengapa mitos tersebut bisa terus bertahan, bahkan dipertahankan.

Salah satu jawabannya karena semua upaya demitologisasi di atas tidak pernah meletakkan PMII dalam posisinya yang lebih struktural. Alasan atau dalih yang dikemukakan biasanya bersifat kultural dan penuh permakluman. ) misalnya pandangan psiko-sosial yang menyatakan bahwa memang bukan peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk melakukan perubahan sosial politik. Mahasiswa hanyalah katalisator bagi adanya perubahan. ) Sehingga sangat berlebihan untuk menuntut mereka dengan segala macam peran yang seharusnya dijalankan oleh kekuatan politik non-mahasiswa. Karena itu perlu dilihat posisi sosial mahasiswa dalam konteks sosial historis yang lebih konkrit, yakni memeriksa basis dimana gagasan tentang peran tersebut berdiri dan terus dihidupi.

Selama ini posisi PMII di dalam struktur kelas tidak pernah diperiksa, sehingga bukan hanya terjadi kekaburan, tetapi juga pengaburan yang di higemoni oleh negara. Hal ini disebabkan karena :
Pertama : Posisi kelas sosial PMII (juga organisasi mahasiswa yang lain) sebenarnya tidak jelas. Ada paradoks di dalam batas-batas lokasi kelas dari PMII. Disatu pihak, mereka tidak terlibat dalam proses produksi-komoditi, sehingga bukan bagian dsri kelas pekerja. Tetapi dilain pihak, mereka justru berada di dalam lembaga reproduksi kapatalisme, yakni universitas – yang menjadi basis anggotanya. Mereka bukan borjuis, juga bukan pekerja. Dalam analisis ini tidak terlalu penting memeriksa asal usul kelas dari keluarganya, karena yang paling penting adalah melihat : ke posisi mana ia akan melangkah, atau akan memasuki karir dan profesi apa nantinya. Karena determinasipra-kelasnya itu, maka kepentingan-kepentingan politik dan corak kesadaran kelasnya pun berubah-ubah, tergantung dari gagasan atau ideologi apa yang dominan menguasai kehidupan masyarakat dalam kurun sejarah tertentu yang konkrit dan spesifik. Pada satu titik tertentu, PMII bisa menjadi juru bicara untuk dirinya sendiri, misalnya jika mereka mengartikulasikan protes-protes tentang sistem pendidikan, atau menuntut kebebasan yang lebih besar. Pada titik yang lain, PMII bisa jadi juru bicara kelompok lain dan bertindak atas nama kelas atau kelompok yang tertindas, seperti yang diartikulasikan melalui kritik-kritik dan gerakan protes sepanjang satu dasa warsa ini. Tapi yang terakhir ini juga tetap tergantung pada ideologi dominan tertentu yang menguasai masyarakat. 
Seperti sudah disebutkan terdahulu, gagasan yang dominan adalah gagasan tentang peran mahasiswa (inklusif PMII) demi negara. Kendati gagasan dominan ini merupakan mitologi, tetapi karena mitos tersebut dibutuhkan dan dipegang oleh kekuatan yang higemonik, yakni negara, maka mitos tersebut bisa diwujudkan.

Kedua : Karena sistem sosial yang ada di Indonesia adalah kapitalisme pinggiran, yakni suatu bentuk kapitalisme yang telah mengalami distorsi struktural akibat kolonialisme. Dalam perkambangannya sejak kemerdekaan hingga masa orde baru, sistem kapitalisme pinggiran ini tidak menghasilkan suatu kelas menengah yang tangguh, yang relatif mandiri terhadap pengaruh negara. Kelas kapitalis yang ada justru tumbuh dari dalam tubuh negara dan di dorong oleh negara berkat eksplorasi kekayaan alam hasil hutan dan lain-lain. Kondisi historis semacam itu menyebabkan kelas menengah yang muncul tidak dapat berbuat apa-apa terhadap pengaruh negara. Karena itu negara juga memiliki otonomi yang besar yang memungkinkan mendominasi seluruh kelas-kelas yang ada di masyarakat, kemudian menegakkan higemoninya hanya atas nama negara itu sendiri. Secara lebih khusus negara mendominasi perguruan tinggi atau kampus, yakni tempat dimana mahasiswa berada, yang menjadi basis PMII. Implikasi historisnya, secara higemonik negara bisa membangun panggung-panggungnya dan menentukan peran apa yang harus dimainkan demi kepentingan negara sendiri.

Demikianlah karena kekaburan dan pengaburan posisi kelasnya, PMII menjadi gagap untuk jujur menyatakan kepentingan obyektifnya dalam diskursus yang secara simultan mendorong aksi atau protes-protes mereka. Kegagapan ini menjadi katarsis yang secara sistematis dimanipulasikan dalam higemoni negara sedemikian rupa sehingga PMII merasa terus terpanggil untuk

http://ahmadnurshofi.blogspot.com


Presiden Minta PMII Tetap Tampilkan Islam yang Toleran


Anwar Khumaini

Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hari ini bertemu dengan para pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Dalam pertemuan itu, Presiden berharap PMII tetap mencitrakan wajah Islam yang toleran, inklusif dan moderat.

"Tampilan, performance toleran, moderat agar dipelihara," kata Ketua Umum Pengurus Besar PMII, M Rodli Kaelani, saat jumpa pers usai bertemu Presiden di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (2/3/2011).

Rodli menjelaskan, Presiden bahkan menantang kepada PMII untuk terus melanjutkan ciri khas keislaman yang tidak menampilkan kekerasan, sesuai dengan kultur Bangsa Indonesia. "PMII ditantang untuk menampilkan itu semua," ucapnya.

Dengan menampilkan wajah Islam yang ramah, menurut Rodli, diharapkan kasus-kasus kekerasan yang belakangan ini terjadi terkait dengan agama bisa dihindari.

Dalam pertemuan dengan Presiden selama kurang lebih satu setengah jam itu, banyak dibahas topik yang sedang hangat di masyarakat, termasuk hiruk pikuk koalisi dan kekerasan terhadap Jamaah Ahmadiyah. "Masalah Ahmadiyah yang paling banyak diobrolin malahan," imbuhnya.

Ditanya sikap PMII terhadap Ahmadiyah, Rodli menegaskan organisasi yang dipimpinnya berharap agar pihak-pihak terkait lebih mengedepankan dialog dan menaati aturan-aturan yang ada.

Berarti sepakat dengan penerapan SKB Ahmadiyah? "Lebih para reformulasi regulasi, tidak harus SKB, tapi menyangkut hal-hal yang formil," jawabnya.

Kedatangan pengurus PB PMII ini untuk mengundang Presiden menghadiri kongres PMII yang rencananya akan berlangsung pada 9-14 Maret mendatang di Kalimantan Selatan.

(anw/gun) Rabu, 02/03/2011 18:15 WIB

http://www.detiknews.com/read/2011/03/02/181520/1583329/10/presiden-minta-pmii-tetap-tampilkan-islam-yang-toleran?nd992203605\


Minggu, 23 Oktober 2011

AD/ART PMII

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART) PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII) ANGGARAN DASAR


MUKADDIMAH :
Insyaf dan sadar bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan ideology negara dan falsafah bangsa Indonesia. 
Sadar dan yakin bahwa Islam merupakan panduan bagi umat manusia yang kehadirannya memberikan rahmat sekalian alam. Suatu keharusan bagi umatnya mengejewantahkan nilai Islam dalam pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam kehidupan masyarakat dunia. Bahwa keutuhan komitmen keisalaman dan keindonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap insan muslim Indonesia dan atas dasar itulah menjadi keharusan untuk mempertahankan bangsa dan negara dengan segala tekad dan kemampuan, baik secara perseorangan maupun bersama-sama. 
Mahasiswa Islam Indonesia sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen keislaman dan keindonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material dalam segala bentuk. Maka atas berkat rahmat Allah SWT, dibentuklah Pergerakan Mahasiswa Islam Indoensia yang berhaluan Ahlussunnah wal-jamaah dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) sebagai berikut: 
BAB I 
NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN 
Pasal 1 
1. Organisasi ini bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang disingkat PMII. 
2. PMII didirikan di Surabaya pada tanggal 21 Syawal 1379 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 17 April 1960 M. dengan jangka waktu yang tidak terbatas. 
3. PMII berpusat di Ibukota Republik Indonesia. 
BAB II 
ASAS 
Pasal 2 
PMII berasaskan Pancasila. 
BAB III 
SIFAT 
Pasal 3 
PMII bersifat keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyara-katan, independen, dan profesional. 
BAB IV 
TUJUAN DAN USAHA 
Pasal 4 
TUJUAN 
Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Pasal 5 
USAHA 
1. Menghimpun dan membina mahasiswa Islam sesuai dengan sifat dan tujuan PMII serta peraturan perundang-undangan dan paradigma PMII yang berlaku. 
2. Melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang sesuai dengan asas dan tujuan PMII serta upaya mewujudkan pribadi insan ulul albab. 
BAB V 
ANGGOTA DAN KADER 
Pasal 6 
1. Anggota PMII. 
2. Kader PMII. BAB VI STRUKTUR ORGANISASI Pasal 7 Struktur organisasi PMII terdiri dari : 
1. Pengurus Besar (PB). 
2. Pengurus Koordinator Cabang (PKC). 
3. Pengurus Cabang (PC). 
4. Pengurus Komisariat (PK). 5. Pengurus Rayon (PR). 
BAB VII 
PERMUSYAWARATAN
Pasal 8 
Permusyawaratan dalam organisasi terdiri dari: 
1. Kongres. 
2. Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas). 
3. Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas). 
4. Konferensi Koordinator Cabang (Konkorcab). 
5. Musyawarah Pimpinan Daerah(Muspimda). 
6. Musyawarah Kerja Kordinator Cabang (Musker Korcab). 
7. Konferensi Cabang (Konfercab). 
8. Musyawarah Pimpinan Cabang (Muspimcab). 
9. Rapat Kerja Cabang (Rakercab). 
10. Rapat Tahunan Komisariat (RTK). 
11. Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR). 
12. Kongres Luar Biasa (KLB). 
13. Konferensi Koorcab Luar Biasa (Konkorcab LB). 
14. Konferensi Cabang Luar Biasa (Konfercab LB). 
15. Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa (RTK LB). 
16. Rapat Tahunan Anggota Rayon Luar Biasa (RTARLB). 
BAB VIII 
WADAH PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 
Pasal 9 
1. Wadah ini adalah badan otonom yang secara khusus menangani pengembangan dan pemberdayaan kader PMII dan isu perempuan. 
2. Selanjutnya pengertian otonom dijelaskan dalam bab penjelasan. 
BAB IX 
PERUBAHAN DAN PERALIHAN 
Pasal 10 
Anggaran Dasar ini dapat dirubah oleh kongres dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 suara yang hadir. 
Pasal 11 
1. Apabila PMII terpaksa harus dibubarkan dengan keputusan kongres atau referendum yang khususnya diadakan untuk itu, maka hak milik dan kekayaan organisasi diserahkan kepada organisasi yang lain asas dan tujuannya tidak bertentangan. 
2. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Aggaran Rumah Tangga, serta peraturan peraturan organisasi lainnya. Anggaran Dasar ini ditetapkan oleh kongres dan berlaku sejak waktu dan tanggalnya ditetapkan.
**** * **** 
PENJELASAN ANGGARAN DASAR UMUM 
I. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai Hukum Dasar Organisasi Anggaran Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, yaitu aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan organisasi. 
II. Pokok Pikiran dalam Pembukaan Organisasi sebagai bagian dari bangsa Indonesia mengakui adanya ideologi dan falsafah hidup bangsa yang terumuskan dalam pancasila. Sebagai organisasi yang menganut nilai ke-Islaman, yang senantiasa menjadikan Islam sebagai panduan dan sekaligus menyebarkan dan mengejawantahkan kedalam pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Bahwa nilai ke-Indonesiaan dan ke-Islaman merupakan paduan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari Indonesia, maka kewajiban bagi setiap orang adalah mempertahankannya dengan segala tekad dan kemampuan, baik secara pribadi maupun bersama-sama. Sebagai organisasi yang mengemban misi perubahan dan intelektual, Mahasiswa Islam wajib bertanggung jawab membebaskan bangsa Indonesia dari keterbelakangan dan keterpurukan kepada kemajuan, kemakmuran dan keadilan. Kewajiban dan tanggung jawab ke-Islaman, ke-Indonesiaan dan Intelektual, menginspirasikan terbentuknya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia sebagai Organisasi Mahasiswa Islam yang berhaluan Ahlussunah Wal Jamaah. 
PASAL DEMI PASAL 
Pasal 1-2 
 Cukup Jelas 
Pasal 3 
- Ke-Islaman adalah nilai-nilai Islam Ahlussunah Wal Jamaah. 
- Kemahasiswaan adalah sifat-sifat yang dimiliki mahasiswa, yaitu idealisme, perubahan, komitmen, keperdulian sosial dan kecintaan kepada hal-hal yang bersifat positif. 
- Kebangsaan adalah nilai-nilai yang bersumber dari kultur, filosofi, sosiologi dan yuridis bangsa Indonesia. 
- Kemasyarakatan adalah bersifat include dan menyatu dengan masyarakat dengan masyarakat. Bergerak dari dan untuk masyarakat. 
- Independen adalah berdiri secara mandiri, tidak bergantung kepada pihak lain, baik secara perorangan maupun kelompok. 
- Profesional adalah distrubusi tugas dan wewenang sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan keilmuan masing-masing. 
Pasal 4 
Cukup Jelas 
Pasal 5 
(1) Cukup Jelas 
(2) Pribadi ulul albab adalah seseorang yang selalu haus akan ilmu, dengan senantiasa berdzikir kepada Allah, berkesadaran historis-primordial atas relasi Tuhan-manusia-alam, berjiwa optimis transendental sebagai kemampuan untuk mengatasi masalah kehidupan, berpikir dialektis, bersikap kritis dan bertindak transformatif. 
Pasal 6-8 
Cukup Jelas
Pasal 9 
Yang dimaksud otonom adalah menangani persoalan khusus dalam hal ini persoalan perempuan di PMII dan isu perempuan secara umum dalam rangka mempercepat tercapainya keadilan gender di PMII dan masyarakat luas, bersifat hierarkis dan bertanggung jawab kepada pleno PMII. 
Pasal 10-11 
Cukup Jelas 
**** * **** 
ANGGARAN RUMAH TANGGA BAB I ATRIBUT 
Pasal 1 
1. Lambang PMII sebagaimana yang terdapat dalam Anggaran Rumah Tangga ini. 
2. Lambang seperti tersebut pada ayat (1) di atas dipergunakan pada bendera, jaket, badge, vandel, logo PMII dan benda atau tempat-tempat dengan tujuan menunjukan identitas PMII. 

3. Bendera PMII adalah seperti yang terdapat dalam lampiran. 
4. Mars PMII adalah seperti yang terdapat dalam lampiran Anggaran Rumah Tangga PMII. 

BAB II 
USAHA 

Pasal 2 
1. Melakukan dan meningkatkan amar ma’ruf nahi munkar. 
2. Mempertinggi mutu ilmu pengetahuan Islam dan IPTEK. 
3. Mrningkatkan kualitas kehidupan umat manusia dan umat Islam melalui kontekstualisasi pemikiran, pemahaman dan pengalaman ajaran agama Islam sesuai dengan perekembangan budaya masyarakat. 
4. Meningkatkan usaha-usaha dan kerjasama untuk kesejahteraan umat manusia, umat Islam dan mahasiswa serta usaha sosial kemasyarakatan. 
5. Mempererat hubungan dengan ulama dan umara demi terciptanya ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah insaniyah.. 
6. Memupuk dan meningkatkan semangat nasionalisme melalui upaya pemahaman, dan pengamalan pancasila secara kreatif dan bertanggung jawab. 

BAB III 
KEANGGOTAAN BAGIAN I ANGGOTA 

Pasal 3 
1. Anggota biasa adalah : 
a. Mahasiswa Islam yang tercatat sebagai mahasiswa pada suatu perguruan tinggi dan atau yang sederajat. 
b. Mahasiswa Islam yang telah menyelesaikan program studi pada perguruan tinggi dan atau yang sederajat atau telah mencapai gelar kesarjanaan S1, S2, atau S3 tetapi belum melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun. 
c. Anggota yang belum melampaui usia 35 tahun. 
2. Kader adalah : 
a. Telah dinyatakan berhasil menyelesaikan Pelatihan Kader Dasar (PKD) dan follow up-nya. 
b. Sebagai mana pada ayat (2) poin (a) baik yang menjadi pengurus Rayon dan seterusnya maupun yang telah menggeluti kajian-kajian, aktif melakukan advokasi di masyarakat maupun telah memasuki wilayah professional. 

BAGIAN II 
PENERIMAAN ANGGOTA Pasal 4 Penerimaan anggota dilakukan dengan cara : 1. Calon anggota mengajukan permintaan secara tertulis atau mengisi formulir untuk menjadi calon anggota PMII kepada Pengurus Cabang. 2. Seseorang syah menjadi anggota PMII setelah mengikuti Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) dan mengucapkan bai’at persetujuan dalam suatu upacara pelantikan. 3. Dalam hal-hal yang sangat diperlukan, Pengurus Cabang dapat mengambil kebijaksanaan lain yang jiwanya tidak menyimpang dari ayat (1) dan ayat (2) tersebut diatas. 4. Apabila syarat-syarat yang tersebut dalam ayat 1 dan 2 di atas dipenuhi kepada anggota tersebut diberikan tanda anggota oleh Pengurus Cabang. Pasal 5 Jenjang Pengkaderan dilakukan dengan cara : 1. Calon kader mengajukan permintaan tertulis atau mengisi formulir PKD. 2. Seseorang telah syah menjadi kader apabila dinyatakan berhasil mengikuti PKD dan diikuti pernyataan bai’at persetujuan secara lisan dalam suatu upacara pelantikan kader yang dilakukan oleh Pengurus Cabang. 

BAGIAN III 
MASA KEANGGOTAAN 

Pasal 6 
1. Anggota berakhir masa keanggotaan : 
a. Meninggal dunia. 
b. Atas permintaan sendiri secara tertulis yang disampaikan kepada Pengurus Cabang.
c. Diberhentikan sebagai anggota, baik secara terhormat maupun secara tidak terhormat. 
d. Telah habis masa keanggotaan sebagai anggota biasa sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 1 ART ini. 
2. Bentuk dan tata cara pemberhentian diatur dalam ketentuan tersendiri. 
3. Anggota yang telah habis masa keanggotaannya pada saat masih menjabat sebagai pengurus dapat diperpanjang masa keanggotaannya hingga berakhirnya masa kepengurusan. 
4. Anggota yang telah habis masa keanggotaannya disebut “Alumni PMII”. 
5. Hubungan PMII dan Alumni PMII adalah hubungan histories, kekeluargaan, kesetaraan dan kualitatif. 

BAGIAN V 
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA P

asal 7 
1.  Hak Anggota: Anggota berhak atas pendidikan, kebebasan berpendapat, perlindungan, dan pembelaan serta pengampunan (rehabilitasi). 
2. Kewajiban Anggota: 
a. Membayar uang pangkal dan iuran pada setiap bulan yang besarnya ditentukan oleh Pengurus Cabang. 
b. Mematuhi AD/ART, NDP, Paradigma Gerakan serta produk hukum organisasi lainnya. 
c. Menjunjung tinggi dan mempertahankan nama baik agama Islam, Negara dan organisasi. 

Pasal 8 
3. Hak Kader : 
a. Berhak memilih dan dipilih. 
b. Berhak mendapat pendidikan, kebebasan berpendapat, perlindungan, dan pembelaan serta pengampunan (rehabilitasi). 
c. Berhak mengeluarkan pendapat, mengajukan usul-usul dan pertanyaan-pertanyaan secara lisan maupun secara tulisan. 

4. Kewajiban Kader : 
a. Melakukan dinamisasi organisasi dan masyarakat melalui gerakan pemikiran dan rekayasa sosial secara sehat mulia. 
b. Membayar uang pangkal dan iuran pada setiap bulan yang besarnya ditentukan oleh Pengurus Cabang. 
c. Mematuhi dan menjalankan AD/ART, NDP, Paradigma Gerakan dan produk hukum organisasi lainnya. 
d. Menjunjung tinggi dan mempertahankan nama baik agama Islam, negara dan organisasi. 

BAGIAN V 
PERANGKAPAN KEANGGOTAAN DAN JABATAN 

Pasal 9 
1. Anggota dan Kader tidak dapat merangkap dengan keanggotaan organisasi mahasiswa dan atau organisasi kemasyarakatan lain yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh PMII. 
2. Pengurus PMII tidak dapat merangkap sebagai pengurus partai politik dan atau sebagai calon legislatif, calon presiden, calon gubernur dan calon bupati/walikota. 
3. Perangkapan keanggotaan dan atau jabatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) di atas dikenakan sanksi pemberhentian keanggotaan. 

BAGIAN VI 
PENGHARGAAN DAN SANKSI ORGANISASI 

Pasal 10 
Penghargaan 

1. Penghargaan organisasi dapat diberikan kepada anggota yang berprestasi dan atau mengangkat citra dan mengharumkan nama organisasi. 
2. Bentuk dan tata cara penganugrahan dan penghargaan di atur dalam ketentuan sendiri. 

Pasal 11 
Sanksi organisasi 

1. Sanksi organisasi dapat diberikan kepada anggota karena: Melanggar ketentuan AD/ART serta peraturan-peraturan PMII dan mencemarkan nama baik organisasi. 
2. Sanksi yang diberikan pada anggota berbentuk scorsing dan pemberhentian keanggotaan. 
3. Anggota yang diberi sanksi organisasi dapat mengajukan banding atau pembelaan dalam suatu mekanisme organisasi yang ditentukan (tetapi khusus untuk ayat tiga perlu dilanjutkan dalam pasal tambahan tentang mekanisme banding). 

BAB IV 
STRUKTUR ORGANISASI, SUSUNAN PENGURUS, TUGAS DAN WEWENANG 

BAGIAN I STRUKTUR ORGANISASI 

Pasal 12 
Struktur organisasi PMII adalah: 

1. Pengurus Besar (PB). 
2. Pengurus Koordinator Cabang (PKC). 
3. Pengurus Cabang (PC). 
4. Pengurus Komisariat (PK). 
5. Pengurus Rayon (PR). 

BAGIAN II 
SUSUNAN, TUGAS, WEWENANG DAN PERSYARATAN PENGURUS 

Pasal 13 
Pengurus Besar 

1. Pengurus besar adalah pimpinan tertinggi PMII pengemban amanat kongres dan badan eksekutif. 
2. Masa jabatan pengurus besar adalah 2 (dua) tahun. 
3. Pengurus besar terdiri dari : 
a. Ketua umum. 
b. Ketua- ketua sebanyak 9 (sembilan) Orang.
c. Sekretaris jenderal. 
d. Sekretaris-sekretaris sebanyak 9 (sembilan) orang. 
e. Bendahara. 
f. Wakil bendahara. 
g. Pengurus lembaga – lembaga. 
4. Ketua-ketua seperti yag dimaksud ayat 3 point b membidangi : 
a. Pengkaderan dan pengembangan sumberdaya anggota. 
b. Organisasi, hubungan organisasi umum dan kelembagaan politik. 
c. Pengembangan Pemikiran dan IPTEK. 
d. Pendayagunaan potensi organisasi. 
e. Hubungan luar negeri dan kerjasama international.
f. Pemberdayaan ekonomi dan kelompok professional. 
g. Komunikasi Organ Gerakan, Kepemudaan dan Perguruan Tinggi. h. Advokasi Kebijakan Publik. 
5. Ketua umum dipilih oleh Kongres. 
6. Ketua umum PB tidak dapat dipilih kembali lebih dari 1 (satu) periode. 
7. Pengurus besar memiliki tugas dan wewenang : 
a. Ketua umum memilih sekretaris jenderal dan menyusunan perangkat kepengurusan secara lengkap dibantu 6 orang Formatur yang dipilih kongres selambat lambatnya 3 x 24 jam pasca formatur terbentuk. 
b. Pengurus besar berkewajiban menjalankan segala ketentuan yang yang ditetepkan kongres, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan peraturan peraturan organisasi lainnya,serta memperhatikan nasehat,pertimbangan dan saran Mabinas.
c. Pengurus besar berkewajiban mengesahkan susunan pengurus Koorcab dan Pengurus Cabang. 
8. Persyaratan Pengurus Besar adalah: 
a. Pendidikan formal kaderisasi minimal telah mengikuti PKL. 
b. Pernah aktif di kepengurusan Koorcab dan atau cabang minimal satu periode. 
c. Mendapat rekomendasi dari cabang bersangkutan. 
d. Membuat pernyataan bersedia aktif di PB secara tertulis. 

Pasal 14 
Pengurus Koordinator Cabang 

1. PKC merupakan perwakilan PC di wilayah koordinasinya. 
2. Wilayah koordinasi PKC minimal satu Propinsi. 
3. PKC dapat dibentuk manakala terdapat 2 cabang atau lebih dalam wilayah koordinasi. 
4. PKC berkedudukan di Ibu kota Propinsi. 
5. Masa jabatan PKC adalah 2 (dua) tahun. 
6. PKC pengurusnya terdiri dari kader terbaik dari PC-PC dalam wilayah koordinasinya. 
7. PKC terdiri dari: Ketua Umum, 3 Ketua, Sekretaris Umum, 3 Sekretaris, Bendahara dan 1 Wakil Bendahara serta Biro-Biro. 
8. Bidang - Bidang PKC : Bidang Internal, Bidang Eksternal dan Bidang Keagamaan. 
9. Bidang internal meliputi; Kaderisasi dan pengembangan sumber daya anggota, Pendayagunaan potensi dan kelembagaan organisasi, Kajian pengembangan intelektual dan eksplorai teknologi, serta Pemberdayaan ekonomi dan kelompok profesional. 
10. Bidang ekternal meliputi; Hubungan dan komunikasi pemerintah dan kebijakan public, Organisasi gerakan kepemudaan dan perguruan tinggi, Hubungan lintas agama dan komunikasi informasi, Hubungan dan kerja sama LSM, serta Advokasi, HAM dan lingkungan hidup. 
11. Ketua umum PKC dipilih oleh Konferensi Koorcab. 
12. Ketua umum memilih Sekretaris Umum dan menyusun PKC selengkapnya, dibantu 6 (enam) orang formatur yang dipilih oleh Konkorcab dalam waktu selambatnya 3×24 jam. 
13. PKC baru syah setelah mendapat pengesahan dari PB PMII. 
14. Ketua Umum PKC tidak dapat dipilih kembali lebih dari satu Periode. 
15. Ketua Umum KOPRI Wilayah merupakan anggota pleno PKC dan berhubungan koordinatif dengan Ketua Umum PKC dengan garis terputus-putus. 
16. Persyaratan Pengurus Koorcab : 
a. Pendidikan formal kaderisasi minimal telah mengikuti PKL. 
b. Pernah aktif di kepengurusan cabang minimal satu periode. 
c. Mendapat rekomendasi dari cabang bersangkutan. 
d. Membuat pernyataan bersedia aktif di pengurus Koorcab secara tertulis. 
17. PKC memiliki tugas dan wewenang: 
a. PKC melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan tentang berbagai masalah organisasi di lingkungan koordinasinya. 
b. PKC berkewajiban melaksanakan AD /ART, keputusan kongres, keputusan Konkorcab, peraturan peraturan organisasi dan memperhatikan nasehat serta saran saran Mabinas/Mabinda 
c. PKC berkewajiban menyampaikan laporan kepada PB PMII 6 (enam) bulan sekali. 
d. Pelaporan yang disampaikan PKC meliputi, perkembangan jumlah anggota, aktivitas internal dan ekternal. 
e. Mekanisme pelaporan lebih lanjut akan ditentukan dalam Peraturan Organisasi. 

Pasal 15 
Pengurus Cabang 
1. Cabang dapat dibentuk di kabupaten / kota di daerah yang ada perguruan tinggi dengan persetujuan dan rekomendasi dari PKC dan atau cabang terdekat. 
2. Cabang dapat dibentuk apabila sekurang kurangnya ada 2 (dua) komisariat. 
3. Dalam keadaan dimana ayat (2) di atas tidak dapat dilaksanakan cabang dapat dibentuk apabila telah mencapai 50 (lima puluh) anggota dan kecuali pada daerah yang mayoritas non muslim. 
4. Masa jabatan PC adalah satu tahun. 
5. Cabang dapat digugurkan statusnya apabila tidak dapat memenuhi klasifikasi dan kriteria yang ditetapkan oleh PB yang menyangkut standar Program Minimum : 
a. Sekurang-kurangnya dalam jangka waktu satu tahun menyelenggarakan Mapaba dan pelatihan kader formal. 
b. Sekurangnya dalam jangka satu setengah tahun menyelenggarakan Konfercab. 
6. Cabang dan Pengurus Cabang dapat dianggap sah apabila telah mendapat pengesahan dari PB melalui Rekomendasi PKC. 
7. Apabila Cabang yang belum Ada PKCnya maka PC dapat memintakan pengesahan langsung dari PB. 
8. PC terdiri dari: Ketua umum, Ketua bidang Internal, Ketua bidang Eksternal, Ketua bidang Keagamaan, Sekretaris Umum dan Sekretaris internal, Sekretaris eksternal dan Sekretaris keagamaan, Bendahara dan Wakil bendahara, dan Departemen-departemen. 
9. Bidang internal meliputi; Kaderisasi dan pengembangan sumber daya anggota, Pendayagunaan potensi dan kelembagaan organisasi, Kajian pengembangan intelektual dan eksplorasi teknologi, dan Pemberdayaan ekonomi dan kelompok profesional. 
10. Bidang eksternal meliputi; Hubungan dan komunikasi pemerintah dan kebijakan public, Organ gerakan kepemudaan dan perguruan tinggi, Hubungan lintas agama dan komunikasi informasi, Hubungan dan kerja sama LSM, dan Advokasi, HAM dan Lingkungan Hidup. 
11. Bila dipandang perlu PC dapat membentuk kelompok minat, profesi, hobi dan lain sebagainya. 
12. Ketua Umum dipilih oleh Konferensi Cabang. 
13. Ketua Umum memilih sekretaris Umum dan menyusun PC selengkap-lengkapnya dibantu 6 (enam) orang formatur yang dipilih konfercab dalam waktu selambat lambatnya 3 x 24 jam. 
14. Ketua Umum cabang tidak dapat dipilih kembali lebih dari 1 (satu) periode. 
15. Pengurus cabang memiliki tugas dan wewenang : 
a. Menjalankan keputusan AD/ART kongres, keputusan Muspimnas, keputusan Konfercab dan memperhatikan nasehat, pertimbangan dan saran Mabincab 
b. Menyampaikan pemberitahuan kepengurusan dan kegiatan kepada PKC serta kepada PB secara periodik empat bulan sekali. 
c. Pemberitahuan yang disampaikan kepada PKC meliputi; perkembangan jumlah anggota, aktivitas internal dan eksternal. 
d. Mekanisme pemberitahuan lebih lanjut akan ditentukan dalam Peraturan Organisasi. 
15. Persyaratan Pengurus Cabang : 
a. Pendidikan formal kaderisasi minimal telah mengikuti PKD. 
b. Pernah aktif di kepengurusan Komisariat atau Rayon minimal satu periode. 
c. Mendapat rekomendasi dari komisariat atau Rayon bersangkutan. 
d. Membuat pernyataan bersedia aktif di pengurus cabang secara tertulis. 
16. Ketua KOPRI cabang merupakan anggota pleno cabang sehingga berhubungan koordinatif dengan Ketua Umum Cabang (dengan garis koordinasi putus-putus). 

Pasal 16 
Pengurus Komisariat 
1. Komisariat dapat dibentuk disetiap perguruan tinggi. 
2. Komisariat dapat dibentuk apabila sekurang-kurangnya telah ada 2 (dua) rayon. 
3. Dalam keadaan dimana ayat 2 di atas tidak dapat dilaksanakan komisariat dapat dibentuk apabila sekurang kurangnya 25 (dua puluh lima) orang. 
4. Komisariat dan PK dapat dianggap sah setelah mendapatkan pengesahan dari PC. 
5. Masa Jabatan PK adalah satu tahun. 
6. PK merupakan perwakilan Rayon di wilayah koordinasinya. 
7. PK terdiri dari ketua, wakil ketua, bidang internal, bidang eksternal, bidang kajian gender dan emansipasi perempuan, sekretaris dan wakil sekretaris, serta bendahara dan wakil bendahara. 
8. Bidang internal meliputi; Kaderisasi dan pembinaan sumber daya anggota, Pendayagunaan potensi organisasi aparatur dan kelembagaan, serta Kajian intelektual. 
9. Bidang eksternal meliputi; Komunikasi dengan pihak instansi kampus di wilayahnya, dan Organ gerakan di kampus. 
10. Departemen-departemen dalam PK dapat mengacu lembaga yang terdapat pada PB PMII. 
11. Konsentrasi penuh PK semata-mata adalah melakukan pendampingan dan pemberdayaan kepada Rayon-rayon di bawah koordinasinya. 
12. Ketua PK dipilih oleh RTK. 
13. Ketua memilih sekretaris dan menyusun PK selengkapnya, dibantu 3 (tiga) orang formatur yang dipilih oleh RTK dalam waktu selambatnya 3×24 jam. 
14. Ketua PK tidak dapat dipilih kembali lebih dari satu periode PK . 15. Persyaratan Pengurus Komisariat : 
a. Pendidikan formal kaderisasi minimal telah mengikuti PKD. 
b. Pernah aktif di kepengurusan rayon minimal satu periode. 
c. Mendapat rekomendasi dari rayon bersangkutan. 
d. Membuat pernya taan bersedia aktif di pengurus PK secara tertulis. 
16. PK memiliki tugas dan wewenang :
a. Melaksanakan keputusan Kongres, Keputusan Muspimnas, dan Muspimda serta keputusan RTK. 
b. Melakukan pendampinagan dan pemberdayaan terhadap Rayon sepenuhnya. 
c. Menyampaikan pemberitahuan kepengurusan dan aktivitas kepada kepada PC secara periodik empat bulan sekali. 
d. Pemberitahuan yang disampaikan PK meliputi, perkembangan jumlah anggota, aktivitas internal dan ekternal. 
e. Mekanisme pemberitahuan lebih lanjut akan ditentukan dalam Peraturan Organisasi. 

Pasal 17 
Pengurus Rayon 
1. Rayon dapat dibentuk di setiap fakultas dan atau jurusan atau setingkatnya apabila terdapat sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang anggota. 
2. Rayon sudah dapat dibentuk ditempat yang dianggap perlu oleh PK apabila telah memiliki sekurang kurangnya 10 (sepuluh) anggota. 
3. Pengurus Rayon dianggap sah apabila telah mendapat pengesahan dari PC. 
4. Masa Jabatan PR satu tahun. 
5. Ketua Rayon dipilih oleh RTAR. 
6. PR terdiri dari: Ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara dan beberapa departemen yang disesuaikan dengan studi minat, hobby, profesi, kesejahteraan, bakti kemasyarakatan dan keagamaan. 
7. Persyaratan Pengurus Rayon : 
a. Pendidikan formal kaderisasi minimal telah mengikuti PKD dan atau Mapaba. 
b. Mendaat rekomendasi dari rayon bersangkutan. 
c. Membuat pernyataan bersedia aktif di pengurus rayon secara tertulis. 
8. PR memiliki tugas dan wewenang.: 
a. PR berkewajiban melaksanakan AD/ART, keputusan kongres dan RTAR. 
b. PR berkewajiban menyampaikan laporan kepada PK dengan tembusan kepada PC secara periodik. 
c. Pelaporan yang disampaikan PR kepada PK meliputi, perkembangan jumlah anggota, aktivitas internal dan ekternal 
d. Mekanisme pelaporan lebih lanjut akan ditentukan dalam Peraturan Organisasi. 

BAB V 
LEMBAGA - LEMBAGA 

Pasal 18 
1. Lembaga adalah badan yang dibentuk dan hanya berada ditingkat PB berfungsi sebagai laboratorium dan pengembangan sesuai dengan bidangnya. 
2. Lembaga lembaga tersebut terdiri dari: 
a. Lembaga Pengembangan Kaderisasi dan Pelatihan (LPKP). 
b. Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LITBANG). 
c. Lembaga Kajian dan Pengembangan Ekonomi dan Kewiraswastaan (LPEK). 
d. Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK). 
e. Lembaga Kebijakan Publik dan Otonomi Daerah (LKPOD). 
f. Lembaga Kajian Masalah Internasional (LKMI). 
g. Lembaga Kajian Sosial Budaya (LKSB). 
h. Lembaga Sains dan Teknologi Informasi (LSTI). 
i. Lembaga Pers, Penerbitan dan Jurnalistik (LP2J). 
j. Lembaga Bantuan Hukum (LBH). 
k. Lembaga Study Advokasi Buruh, Tani dan Nelayan (LSATN). 
3. Lembaga berstatus semi otonom di bawah koordinasi dan bertanggung jawab kepada PB. 
4. Lembaga tidak punya struktur hierarkhi ke bawah. 
5. Lembaga sekurang kurangnya terdiri dari: ketua, sekretaris dan bendahara. 
6. Kedudukan lembaga ditentukan oleh PB setelah mendapat persetujuan PC di tempat lembaga akan didudukkan. 
7. Pedoman dan tata kerja lembaga disusun oleh lembaga masing masing dengan mengacu pada ketentuan atau kebijaksanaan yang ditetapkan PB. 
8. Kebijaksanaan tentang tata kerja, pola koordinasi dan mekanisme organisasi lembaga-lembaga akan diatur kemudian dalam ketentuan tersendiri. 

BAB VI 
PENGISIAN LOWONGAN JABATAN ANTAR WAKTU 

Pasal 19 
1. Apabila terjadi lowongan jabatan antar waktu, maka lowongan tersebut diisi oleh anggota pengurus yang berada dalam urutan langsung di bawahnya. 
2. Apabila ketua Umum PB, PKC, PC, PK, PR berhenti atau mengundurkan diri maka jabatannya digantikan oleh : 
a. Apabila Ketua Umum PB jabatan digantikan Ketua Bidang Pengkaderan. 
b. Apabila Ketua Umum PKC jabatan digantikan Ketua Bidang Internal. 
c. Apabila ketua Umum PC Jabatan digantikan Ketua Bidang Internal. 
d. Apabila Ketua PK digantikan wakil ketua. 
e. Apabila Ketua PR digantikan wakil Ketua. 
3. Dalam kondisi dimana tidak dapat dilakukan pengisian lowongan jabatan antar waktu, maka lowongan jabatan dapat diisi oleh anggota pengurus lainnya berdasarkan keputusan rapat pengurus harian yang khusus diadakan untuk itu. 

BAB VII 
KUOTA KEPENGURUSAN 

Pasal 20 
1. Kepengurusan disetiap tingkat harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 keseluruhan anggota pengurus. 
2. Setiap kegiatan PMII harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 dari keseluruhan anggota. 

BAB VIII 
 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 

Pasal 21 

1. Pemberdayaan Perempuan PMII diwujudkan dengan pembentukan wadah perempuan yaitu KOPRI (Korp PMII Putri). 
2. Wadah Perempuan tersebut diatas selanjutnya diataur dalam Peraturan Organisasi. 
BAB IX 
WADAH PEREMPUAN 
Pasal 22 
1. Wadah perempuan bernama KOPRI. 
2. KOPRI adalah wadah perempuan yang didirikan oleh kader-kader Putri PMII melalui Kelompok Kerja sebagai keputusan Kongres PMII XIV. 
3. KOPRI didirikan pada 29 September 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dan merupakan kelanjutan sejarah dari KOPRI yang didirikan pada 26 November 1967. 
4. KOPRI bersifat otonom dalam hubungannya dengan PMII. 
5. Struktur KOPRI terdiri dari : PB KOPRI PKC KOPRI PC KOPRI 
6. Kelengkapan KOPRI diatur kemudian dalam AD/ART dan Kongres PMII. 
BAB X 
MAJELIS PEMBINA 
Pasal 23 
1. Majelis pembina adalah badan yang terdapat ditingkat organisasi PB, Koorcab dan Cabang
2. Majelis pembina ditingkat PB disebut Mabinas 
3. Majelis Pembina ditingkat Koorcab disebut Mabinda 
4. Majelis pembina tingkat cabang disebut Mabincab Pasal 24 1. Tugas dan fungsi Majelis Pembina : 
a. Memberikan nasehat, gagasan pengembangan dan saran kepada pengurus PMII baik diminta maupun tidak. 
b. Membina dan mengembangkan secara informal kader kader PMII dibidang Intelektual dan profesi. 
2. Susunan Majelis pembina terdiri dari tujuh Orang yakni: 
a. Satu orang ketua merangkap anggota. 
b. Satu orang sekretaris merangkap Anggota. 
c. Lima orang Anggota. 
3. Kenggotaan Majelis dipilih dan ditetapkan pengurus di tingkat masing- masing. 
BAB XI 
PERMUSYAWARATAN 
Pasal 25 
Musyawarah dalam organisasi PMII terdiri dari dari : 
a. Kongres. 
b. Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas). 
c. Musyarah Kerja Nasional (Muskernas). 
d. Konferensi Koordinator Cabang (Konkorcab). 
e. Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspimda). 
f. Musyawarah Kerja Koordinator Cabang (Musker Korcab). 
g. Konferensi Cabang (Konfercab). 
h. Musyawarah Pimpinan Cabang (Muspincab). 
i. Rapat Kerja Cabang (Rakercab). 
j. Rapat Tahunan Komisariat (RTK). 
k. Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR). 
l. Kongres Luar Biasa (KLB).
m. Konferensi Koorcab Luar Biasa (Konkorcab LB). 
n. Konferensi Cabang Luar Biasa(Konfercab LB). 
o. Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa(RTK LB). 
p. Rapat Tahunan Anggota Rayon Luar Biasa(RTAR LB). 
Pasal 26 
Kongres 
1. Kongres merupakan forum musyawarah tertinggi dalam organisasi. 
2. Kongres dihadiri oleh utusan cabang dan peninjau. 
3. Kongres diadakan tiap dua tahun sekali. 
4. Kongres syah apabila dihadiri oleh sekurangnya separuh lebih satu dari jumlah cabang yang sah. 
5. Kongres memiliki kewenangan: 
a. Menetapkan/merubah AD/ART PMII. 
b. Menetapkan dan merubah NDP PMII. 
c. Menetapkan paradigma gerakan PMII. 
d. Menetapkan strategi pengembangan PMII 
e. Menetapkan kebijakan umum dan GBHO. 
f. Menetapkan sistem pengkaderan PMII. 
g. Menetapkan Ketua Umum dan Tim Formatur. 
h. Memilih dan menetapkan Ketua KOPRI PB PMII dan formatur. 
i. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi. 
Pasal 27 
Musyawarah Pimpinan Nasional 
1. Muspim adalah forum tertinggi atau institusi tertinggi setelah kongres. 
2. Muspim dihadiri oleh semua Pengurus Besar, PB KOPRI dan Ketua Umum PKC, PKC KOPRI dan Ketua Umum PC serta PC KOPRI. 
3. Muspimnas diadakan paling sedikit satu kali dalam satu periode kepengurusan. 
4. Muspimnas menghasilkan ketetapan organisasi dan PO (Peraturan Organisasi).
5. Muspimnas membentuk Badan Pekerja Kongres. 
Pasal 28 
Musyawarah Kerja Nasional 
1. Mukernas dilaksanakan oleh PB PMII. 
2. Mukernas dilaksanakan setidaknya satu kali atau lebih selama satu periode. 
3. Peserta Mukernas adalah Pengurus Harian PB dan lembaga-lembaga. 
4. Mukernas memiliki kewenangan: membuat dan menetapkan action plan berdasarkan program kerja yang diputuskan di Kongres. 
Pasal 29 
Konferensi Koorcab 
1. Dihadiri oleh utusan cabang. 
2. Dapat berlangsung apabila dihadiri oleh 2/3 dari jumlah cabang yang sah. 
3. Diadakan setiap 2 tahun sekali. 
4. Konferkoorcab memiliki wewenang. 
a. Menyusun program kerja koorcab dalam rangka pelaksanaan program dan kebijakan PMII. 
b. Menilai laporan pertanggung jawaban PKC dan PKC KOPRI. 
c. Memilih ketua umum koorcab dan tim formatur. 
d. Memilih dan menetapkan Ketua KOPRI PKC PMII. 
Pasal 30 
Musyawarah Pimpinan Daerah 
1. Musyawarah Pimpinan Daerah adalah forum tertinggi atau institusi tertinggi setelah Konferkoorcab. 
2. Musyawarah Pimpinan Daerah dihadiri semua PKC, PKC KOPRI dan Ketua Umum PC dan PC KOPRI yang berada dalam wilayah koordinasinya. 
3. Musyawarah Pimpinan daerah diadakan paling sedikit enam bulan sekali, sebelum pelaksanaan Muspimnas.
4. Musyawarah Pimpinan Daerah memiliki kewenangan: 
a. Menetapkan dan merubah peraturan organisasi yang mengikat kondisi lokal, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. 
b. Evaluasi program selama satu semester baik bidang internal maupun eksternal. 
c. Mengesahkan laporan organisasi dari berbagai wilayah koordinasi. 
Pasal 31 
Musyawarah Kerja Koorcab 
1. Musker Koorcab dilaksanakan oleh PKC paling sedikit satu kali dalam masa kepengurusan. 
2. Muker Koorcab berwenang merumusken action plan berdasarkan program kerja yang diputuskan di konkorcab. 
Pasal 32 
Konferensi Cabang 
1. Konfercab adalah forum musyawarah tertinggi di tingkat cabang. 
2. Konferensi dihadiri oleh utusan komisariat dan rayon. 3. Apabila cabang dibentuk berdasarkan ART pasal 15 ayat 3 maka konfercab dihadiri oleh 
setengah anggota yang ada ditambah satu. 
4. Konfercab dianggap sah apabila dihadiri oleh 2/3 peserta atau suara yang sah. 
5. Konfercab diadakan satu tahun sekali. 
6. Konfercab memiliki wewenang.: 
a. Menyusun program kerja cabang dalam rangka pelaksanaan program kerja umum dan kebijakan PMII. 
b. Menilai Laporan Pertannggung jawaban pengurus PC dan PC KOPRI. 
c. Memilih ketua umum dan formatur. 
d. Memilih dan menetapkan Ketua KOPRI PC PMII dan formatur. 
Pasal 33 
Musyawarah Pimpinan Cabang 
1. Musyawarah Pimpinan Cabang adalah forum tertinggi atau institusi tertinggi setelah konfercab. 
2. Musyawarah Pimpinan Cabang dihadiri semua PC dan Ketua Umum PK dan Ketua Umum Rayon. 
3. Musyawarah Pimpinan Cabang diadakan paling sedikit empat bulan sekali, sebelum pelaksanaan Muspimda. 
4. Musyawarah Pimpinan Cabang memiliki kewenangan: 
a. Menetapkan dan merubah peraturan organisasi yang menyangkut kondisi lokal, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
b. Evaluasi program Pengurus Cabang selama catur wulan. 
c. Mengesahkan laporan organisasi dari PK dan Pengurus Rayon. 
Pasal 34
Rapat Kerja Cabang 
1. Menyusun dan menetapkan action plan selama satu periode berdasarkan hasil dari Konfercab. 
2. Rakercab dilaksanakan PC. 
3. Peserta Mukercab adalah seluruh pengurus harian dan badan-badan di lingkungan PC. 
Pasal 35 
Rapat Tahunan Komisariat 
1. RTK adalah forum musyawarah tertinggi di tingkat komisariat 
2. RTK dihadiri oleh utusan-utusan rayon-rayon 
3. Apabila Komisariat dibentuk berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 ayat 3 maka RTK dihadiri oleh anggota komisariat 
4. RTK berlangsung dan dianggap sah apabila dihadiri minimal 2/3 rayon yang sah
5. RTK diadakan satu tahun sekali 
6. RTK memiliki wewenang : 
a. Menyusun program kerja komisariat dalam rangka pelaksanaan program kerja umum dan kebijakan PMII. 
b. Menilai Laporan Pertanggungjawaban pengurus komisariat. 
c. Memilih ketua komisariat dan tim formatur. 
Pasal 36 
Rapat Tahunan Anggota Rayon 
1. RTAR dihadiri oleh Pengurus Rayon dan anggota PMII dilingkungannya. 
2. Diadakan setahun sekali. 
3. Dapat berlangsung dan dianggap sah apabila dihadiri minimal 2/3 jumlah anggota. 
4. Menyusun program kerja rayon dalam rangka penjabaran program dan pelaksanaan program umum dan kebijakan PMII. 
5. Menilai laporan kegiatan pengurus rayon. 
6. Memilih ketua dan tim formatur.
7. Setiap satu anggota mempunyai satu suara. 
Pasal 37 
Kongres Luar Biasa (KLB) 
1. KLB merupakan forum yang setingkat dengan Kongres. 
2. KLB diadakan apabila terdapat pelanggaran terhadap Konstitusi (AD/ART dan /atau Peraturan Organisasi) yang dilakukan oleh Pengurus Besar. 
3. Ketentuan pelanggaaran Konstitusi ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi PMII, yang akan diatur dalam peraturan organisasi. 
4. KLB diadakan atas usulan 2/3+1 dari jumlah cabang yang sah. 
5. Sebelum diadakan KLB, setelah syarat sebagaimana disebut dalam point 2 dan 3 terpenuhi, kepengurusan PB diambil alih oleh Majelis Pembina Nasional (Mabinas), yang kemudian membentuk panitia KLB yang terdiri dari unsur Mabinas dan cabang-cabang. 
Pasal 38 
Konferensi Koordinator Cabang Luar Biasa (Konkoorcab-LB)
1. Konkorcab-LB merupakan forum yang setingkat dengan Konkoorcab. 2. Konkoorcab-LB diadakan apabila terdapat pelanggaran terhadap Konstitusi (AD/ART dan /atau Peraturan Organisasi) yang dilakukan oleh Pengurus Koordinator Cabang. 
3. Ketentuan pelanggaaran Konstitusi ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi PMII, yang akan diatur dalam peraturan organisasi. 
4. Konkoorcab-LB diadakan atas usulan 2/3 dari jumlah cabang yang sah. 
5. Sebelum diadakan Konkoorcab-LB, setelah syarat sebagaimana disebut dalam poin 2 dan 3 terpenuhi, kepengurusan Korcab didomisioner dan diambil alih oleh Pengurus Besar, yang kemudian membentuk panitia Konkoorcab-LB yang terdiri dari unsur PB dan cabang-cabang. 
Pasal 39 
Konferensi Cabang Luar Biasa (Konpercab- LB) 
1. Konpercab-LB merupakan forum yang setingkat dengan Konpercab. 
2. Konpercab-LB diadakan apabila terdapat pelanggaran terhadap Konstitusi (AD/ART dan /atau Peraturan Organisasi) yang dilakukan oleh Pengurus Cabang. 
3. Ketentuan pelanggaran Konstitusi ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi PMII, yang akan diatur dalam peraturan organisasi. 
4. Konpercab-LB diadakan atas usulan 2/3 dari jumlah komisariat yang sah. 
5. Sebelum diadakan Konpercab-LB, setelah syarat sebagaimana disebut dalam poin 2 dan 3 terpenuhi, kepengurusan Cabang didomisioner dan diambil alih oleh Pengurus Besar, yang kemudian membentuk panitia Konpercab-LB yang terdiri dari unsur Pengurus Korcab dan Komisariat-komisariat. 
Pasal 40 
Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa (RTK-LB) 
1. RTK-LB merupakan forum yang setingkat dengan RTK. 
2. RTK-LB diadakan apabila terdapat pelanggaran terhadap Konstitusi (AD/ART dan /atau Peraturan Organisasi) yang dilakukan oleh Pengurus Komisariat. 
3. RTK-LB diadakan atas usulan 2/3 dari jumlah Rayon yang sah. 
4. Ketentuan pelanggaaran Konstitusi ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi PMII, yang akan diatur dalam peraturan organisasi. Sebelum diadakan RTK-LB, setelah syarat sebagaimana disebut dalam poin 2 dan 3 terpenuhi, kepengurusan Komisariat didomisioner dan diambil alih oleh Pengurus Cabang, yang kemudian membentuk panitia RTK-LB yang terdiri dari unsur Pengurus Cabang danRayon-Rayon. 
Pasal 41 
Rapat Tahunan Anggota Rayon Luar Biasa (RTAR-LB) 
1. RTAR-LB merupakan forum yang setingkat dengan RTAR. 
2. RTAR-LB diadakan apabila terdapat pelanggaran terhadap Konstitusi (AD/ART dan /atau Peraturan Organisasi) yang dilakukan oleh Pengurus Rayon. 
3. Ketentuan pelanggaaran Konstitusi ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi PMII, yang akan diatur dalam peraturan organisasi. 
4. RTAR-LB diadakan atas usulan 2/3 dari jumlah anggota. 
5. Sebelum diadakan RTAR-LB, setelah syarat sebagaimana disebut dalam poin 2 dan 3 terpenuhi, kepengurusan Rayon didomisioner dan diambil alih oleh Pengurus Cabang, yang kemudian membentuk panitia RTK-LB yang terdiri dari unsur Pengurus Komiasriat dan anggota Rayon. 
Pasal 42 
Penghitungan Anggota 
1. Setiap anggota dianggap mempunyai bobot manakala telah ditetapkan oleh PB berdasarkan pelaporan organisasi yang disampaikan PKC dan PC. 
2. Ketentuan pelaporan anggota akan ditentukan dalam peraturan organisasi. 
Pasal 43 
 Quorum dan Pengambilan Keputusan 
1. Musyawarah, konferensi dan rapat-rapat seperti tersebut dalam pasal 25 ART ini adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah peserta. 
2. Pengambilan keputusan pada dasarnya diusahakan sejauh mungkin secara musyawarah untuk mufakat dan apabila hal ini tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. 
3. Keputusan mengenai pemilihan seseorang dilaksanakan secara bebas dan rahasia. 
4. Dalam hal pemilihan terdapat suara yang seimbang, maka pemilihan diulang kembali. Manakala dalam pemilihan kedua masih terdapat suara yang sama, maka akan ditentukan dengan mekanisme undi (qur’ah) yang dipimpin pimpinan sidang dengan asas musyawarah dan kekeluargaan. 
PERUBAHAN DAN PERALIHAN 
Pasal 44 
Perubahan 
1. Perubahan ART ini hanya dapat dilakukan oleh Kongres dan Referendum yang khusus diadakan untuk itu. 
2. Keputusan ART baru sah apabila disetujui oleh 2/3 jumlah cabang yang sah. 
Pasal 45 
Peralihan 
1. Apabila segala badan-badan dan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh ART ini belum terbentuk, maka ketentuan lama akan tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dengan ART ini. 
2. Untuk melaksanakan perubahan organisasi harus dibentuk penitia pembubaran, guna menyelesaikan segala sesuatu diseluruh jajaran organisasi. 
3. Kekayaan PMII setelah pembubaran diserahkan kepada organisasi yang seas as dan setujuan. 
BAB XII 
PENUTUP 
Pasal 46 
1. Hal-hal yang belum diatur dalam ART ini akan ditetapkan oleh PB dalam peraturan Organisasi. 
2. ART ini ditetapkan oleh Kongres sejak tanggal ditetapkan. 
**** * **** 
PENJELASAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PASAL DEMI PASAL 
Pasal 1 sampai dengan pasal 9 
cukup jelas 
pasal 10 
a. Berjasa kepada organisasi adalah perhatian dan kontribusi kepada organisasi yang dilakukan secara intensif dan berulang-ulang dan/atau telah turut serta menyelamatkan organisasi dalam keadaan dan situasi tertentu dan/atau telah membantu memajukan, mengharumkan dan menyebar-luaskan nama baik organisasi kepada masyarakat dan dunia internasional. 
b. Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk sertifikat, cinderamata, bintang kehormatan dan medali. 
pasal 11 
a. Cukup Jelas 
b. Non-aktif adalah pemberhentian sementara status pengurus atau anggota yang disebabkan karena berstatus sebagai pelanggar. Pengurus dan anggota yang berada dalam status non-aktif dilarang melakukan kegiatan dan/atau mengatas namakan organisasi dalam keadaan dan situasi apapun. 
pasal 12-35 
Cukup Jelas 
pasal 36 e. 
(Mekanisme KLB) Penandatanganan petisi dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: 
- Bila telah terkumpul tanda tangan PC sekurang-kurangnya 50% + 1, selanjutnya dikirm utusan untuk menyampaikan petisi tersebut kepada Mabinas 
- Mabinas diwajibkan untuk melakukan verifikasi tentang keabsahan petisi tersebut. - Apabila petisi tersebut dinyatakan valid, Mabinas wajib membentuk kepanitiaan yang terdiri dari unsur Mabinas dan Pengurus Cabang. 
- Selanjutnya Panitia mengagendakan waktu pelaksanaan dan mengundang PC untuk mengadakan KLB. 
pasal 37-44 Cukup Jelas

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons