Rabu, 02 November 2011

IP, Pemimpin yang Menulis

IP, Pemimpin yang Menulis
Minggu, 09/10/2011
Oleh : H. Sutan Zaili Asril
Wartawan Senior
Padang Ekspres • Minggu, 09/10/2011 12:24 WIB •

Hanya sedikit pemimpin (presiden/menteri, gubernur/bupati/walikota/pejabat publik, politisi/pengurus partai politik, dan tokoh/pengurus organisasi kemasyarakatan) yang mampu menuliskan pikiran/pemikiran mereka.

Kini, akademisi/intelektual dengan sederet gelar akademis formal (master, philosophy of doctor, dan profesor) pun tak mampu menuliskan pikiran/pemikirannya — bahkan mereka pula seperti pejabat publik hanya pandai menyatakan/berpidato atau politisi/tokoh organisasi kemasyarakatan hanya pandai bicara. Dari sedikit itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno (IP) adalah seorang pemimpin yang mampu menuliskan pikiran/pemikirannya — walau hari-hari/waktunya habis untuk atau selalu tersandera rutinitas formal tugas.

Menulis adalah salah satu tradisi intelektual yang baik — masalahnya tak otomatis semua mereka yang memiliki formalitas intelektual seperti sederet gelar akademis mampu menuliskan pikiran/pemikirannya. Lalu, tidak terbayangkan, ada berapa banyak beliau yang bergelar strata-2, strata-3, dan bahkan profesor, kita anggap tak ada pikiran/pemikiranya hanya karena tak pernah menulis, dan atau jarang menulis, dan atau tak mampu menuliskan pikiran/pemikirannya. Kebanyakan dari kita memang lebih terbiasa menggunakan media oral/bicara seperti politisi/pejabat pemerintah dari menuliskannya — bahkan walaupun mereka seorang yang bergelar profesor, doktor dan master sekalipun!


Menuliskan pikiran/pemikiran memiliki beberapa keistimewaan: keterlatihan menuangkan pikiran/pemikiran yang tersusun dalam tulisan merupakan salah satu dari keunggulan intelektual. Akan sangat berbeda hal bilamana mereka yang secara formalitas adalah seorang akademisi dan atau pemimpin yang lebih terlatih berbicara/berpidato. Yang lebih baik, bilamana mampu keduanya: mampu menyampaikan pikiran/pemikiran melalui berpidato/berbicara, dan mampu menuliskannya. Yang lebih banyak, mereka yang mampu berbicara — walaupun berlepotan, dan membacakan apa-apa yang akan dipidatokannya yang dituliskan orang lain untuknya. Yang menyedihkan, ada pejabat yang memandang dirinya seorang intelektual dan menampilkan tulisan — ditulis by line atas namanya — yang dibuatkan orang suruhan atau stafnya untuknya.


Karena itu, kita akan sangat mengapresiasi dan menghargai kalau ada pemimpin yang memiliki salah satu dari tradisi intelektual: menuliskan pikiran atau pemikiran. Karena melalui tulisan itu kita dapat membaca, mengetahui, dan memahami pikiran dan jalan pemikiran, dan riwayat pemikirannya — bahkan corak-warna pemikirannya. Ada berapa banyak pemimpin publik, tokoh organiasi kemasyarakatan, politisi atau pengurus partai, bahkan pejabat publik, yang betapa pun amat sangat sibuk disiksa rutinitas tugas formalitasnya, toh beliau masih menuliskan pikiran/pemikirannya.


Untuk Indonesia, kita mengenal banyak sekali para pemimpin/politisi/pejabat yang menulis. Sebutlah hampir semua tokoh pergerakan/pejuang kemerdekaan Indonesia yang mampu menulis — menulis buku dan pembukuan karya tulis/artikel/catatannya. Sebutlah saja Ibrahim Dt Tan Malaka, Agus Salim, Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, Yamin, dan sederet nama lain. Pemimpin Persis, Mohammad Natsir, yang kemudian jadi politisi — jadi menteri/perdana menteri — adalah seorang penulis ulung. Hampir semua pemimpin/tokoh/pengurus organisasi kemasyarakatan — sebut saja di antaranya Saifuddin Zuhri atau Haji Abdul Karim Abarullah (Hamka) — adalah di antara yang jadi penulis yang hebat. Kalau politisi Mahbub Djunaidi, adalah seorang wartawan yang juga politisi dan dikenal sebagai kolomnis hebat.


Kalau di dunia, sebutlah saja Presiden Anwar el-Sadat yang mempunyai kolom tetap di suratkabar al-Ahram. Kumpulan tulisannya, antara lain, dikenal di Indonesia buku Kemarau Kemarahan. Di antaranya, kolom Sadat bercerita bagaimana nasib Mesir setelah mampu menghancurkan benteng Barlev (1973) dan pemerintah, tentara, dan rakyat Mesir merayakan kemenangan itu, Sadat dengan para menteri dan para pimpinan militernya naik dalam satu pesawat dan terbang di atas Sinai, diketahui intelijen Israel sampai negara Yahudi itu melancarkan serangan sampai ke Iskandariyah. Kenapa tentara Israel mendadak mampu menjangkau wilayah Mesir sampai sejauh Iskandariyah? Rupanya, karena perintah Sadat dari atas pesawat, tidak boleh ada satu pun senjata Mesir yang boleh menyalak. Kalau ada satu saja bedil atau meriam Mesir ditembakkan, maka meriam Israel akan dengan mudah merontokkan peawat di mana Awar Sadat, para menteri, dan para jenderalnya sedang terbang.


Mantan Presiden AS yang kesohor, John F Kennedy dan Franklin D Roosevelt, misalnya, adalah juga penulis. Sebetulnya tidak aneh, karena sebelum menjadi presiden, keduanya pernah jadi wartawan suratkabar The Harvard Crimson, suratkabar mahasiswa Universitas Harvard (diterbitkan pertama kali 1873), harian yang terbit di Cambridge Massachusetts/dikelola sepenuhnya oleh mahasiswa tingkat sarjana Harvard College. Begitu halnya dengan mantan perdana menteri (PM) Inggris Raya yang kesohor dan fenomenal, Wiston Leonard Spencer Churchill, yang sebelum jadi PM pernah jadi jurnalis dan penulis memoar yang berpengaruh.

Churchill penulis yang produktif. Ia menerima Hadiah Nobel Sastra (1953), dan dianugerahi hadiah untuk penguasaan deskripsi sejarah, biografi, dan untuk pidato cemerlang dalam mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia. Ia menulis buku The Story of Malakand Field (1898) dan Perang Sungai (1899). Pernah bekerja sebagai koresponden perang bagi Morning Post. Karena melaporkan Perang Boer Afrika Selatan ia ditawan, dan membuat berita utama saat melarikan diri. Sekembalinya ke Inggris, ia menulis tentang pengalamannya itu dalam buku London ke Ladysmith (1900).

Yang mutakhir, mantan Presiden Indonesia, KH Abdurrahman Wahid seorang penulis yang hebat. Presiden Jenderal TNI Purn Dr Susilo Bambang Yudhoyono pun seorang penulis — ia pernah menulis artikel tentang Islam moderat yang dimuat di The International Herald Tribune. SBY — begitu kita akrab menyebut namanya, kata ulama Qatar Yusuf Qardawi, adalah presiden dari negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, yang sebaiknya menjadi juru bicara kaum muslimin sedunia kepada Barat. Berbicara secara terbuka, moderat, dan cerdas, bahwa Islam tidak seperti dikenal/dipahami sebagian pemimpin/masyarakat nonmuslim dunia. Islam agama damai dan yang cinta perdamaian. Selain menulis artikel, SBY juga seorang penyair yang menulis puisi dan seorang pengubah/pengarang lirik lagu.


Begitulah ketika kita menemukan dan mencermati Gubernur Sumatera Barat Prof Dr H Irwan Prayitno Psi MSc — selanjutnya kita sebut dengan singkatan IP, sebagai seorang penulis yang benar-benar penulis, bukan pejabat publik yang karya tulisnya dituliskan orang lain dan atau stafnya yang ditampilkan di media sebagai by line atas nama pejabat publik itu. Termasuk penulis yang produktif untuk ukuran seorang pejabat publik yang sangat tersandera oleh rutinitas kerja sebagai gubernur.


Sesungguhnya, Cucu Magek Dirih sudah mengetahui IP seorang penulis yang rajin dan produktif. Termasuk tokoh/cendekiawan/intelektual/politisi yang menjadikan menulis sebagai sarana bekerjanya yang efektif. Katakan, ketika IP menjadi calon gubernur Sumbar periode 2005-2010 yang saat itu berpasangan dengan Brigjen Purn Ikasuma Hamid. IP berkampanye bekerjasama Harian Pagi Padang Ekspres — di antaranya dalam bentuk ia menuliskan materi kampanyenya sendiri. Sayang pada saat itu pasangan IP/Ikasuma Hamid kalah, dan cagub Gamawan Fauzi/Marlis Rahman yang memenangkan pemilihan umum kepala daerah gubernur Sumbar.


Setelah kembali ke Senayan/menjadi anggota DPR-RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Alhamdulillah, Cucu Magek Dirih tetap berkomunikasi baik dengan IP, dan ia memberikan beberapa buku karangannya sendiri yang menambah jajaran perpustakaan pribadi Cucu Magek Dirih. Setelah akhirnya ia jadi gubernur Sumatera Barat — yang berpasangan dengan Drs Muslim Kasim MM, Ak, IP memang memasuki ruang kerja pejabat publik yang jauh lebih menguras waktu/energinya — paling tidak dibandingkan kalau ia jadi anggota DPR-RI. Lalu, kita, rupanya, masih tetap dapat mendapatkan seorang IP yang memelihara semangat/mencuri kesempatan tetap menulis. IP menulis menunjang posisi, peranan, dan pelaksanaan tugas sebagai gubernur Sumbar— secara tak pas Cucu Magek Dirih menganalogi IP dengan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Dahlan Iskan (DIS) yang tetap menulis/sekaligus jadi pejabat publik relation (PR) hebat bagi PLN sendiri.


Secara pribadi — tentu sangat subyektif, sosok/pribadi dan moralitas/integritas serta corak/warna pikiran dan jalan pemikiran seorang IP dapat ditemukan di dalam setiap tulisannya. IP menulis relatif terlalu/sangat jujur, sangat lugu, dan juga jernih. Sangat tenang dan sangat lembut, dan tidak sama sekali menyerang dan atau menyalahkan sesiapa — tak pula bermanis-manis dan mengambil hati atau pencitraan. Dalam beberapa hal justru menggemaskan. Mungkin, walau juga seorang surau, Cucu Magek Dirih termasuk yang relatif bersentuhan/ditulari macam ragam yang membuatnya sangat berwarna-warni, sangat dinamis, terlalu berharap/menuntut, yang seringkali merasa sesuatu kurang garam dan atau kurang pedas. And what ever, kalau kita harus jujur, sesungguhnya, kita mengetahui, memahami, dan menerima IP secara lebih utuh antara lain melalui tulisannya.


Tak bermaksud memuji dan terpesona, IP menulis — betapa pun ia terperangkap dalam rutinitas sebagai seorang pejabat publik — tetaplah menjadi sebuah kelebihan dan keunggulan yang harus mampu kita apresiasi. Paling tidak dalam pencermatan seorang Cucu Magek Dirih, mengapresiasi/menghargai/menghormati IP antara lain karena ia menuliskan pikiran/pemikirannya — apalagi tulisan-tulisannya banyak berhubungan dan atau menunjang kelancaran posisi keberadaan, peranan, dan tugasnya sebagai pejabat publik. ***
H. Sutan Zaili Asril

[ Red/Redaksi_ILS ]

Baca: http://irwanprayitno.info/berita/aktual/1318153674-ip-pemimpin-menulis.htm

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons