Jumat, 12 Agustus 2011
Oleh Abdullah Alawi
27 Juli lalu, sekelompok
mahasiswa di Ciputat merayakan ulang tahun ke-78 sang pendekar pena, Mahbub
Djunadi. Profesor Chotibul Umam, sebagai sahabat Mahbub di PB PMII dan harian
Duta Masyarakat meniup lilin dan memotong kue ulang tahun.
Pak Chotib yang sudah renta
mau menghadiri acara ini meski dihubungi beberapa jam yang lalu. Kehadirannya
sebagai bentuk kecintaannya kepada sahabat, sebagaimana ia mencintai Zamroni
yang telah gugur.
Agak kesusahan ia mematikan
lilin yang tertanam di atas kue tar yang bertuliskan Mahbub Djunaidi 1933-2011.
Tepuk tangan gegap-gempita
dan rasa haru memenuhi aula asrama putri PMII Ciputat. Di deretan belakang,
seseorang celingukan dan keheranan. Kedua belah telapaknya beradu, tapi nyaris
tak bersuara. Ia berbisik kepada kawan di sampingnya.
“Eh, yang mana sih Mahbub
Djunaidi itu?”
“Yang lagi tiup lilin itu
kali.”
“Bukan! itu kan pak
Chotib.”
“Barangkali belum datang.”
“Sebagai kejutan?”
“Barangkali demikian.”
Keduanya terdiam terfokus
pada diskusi yang dimulai dengan testimoni pak Chotib. Ia bilang,
“Pak Mahbub itu, kalau
menulis, sekali jadi. Kalau ketahuan ada wartawan membuang tulisannya, dia
marah! Menulis itu harus matang sejak dalam pikiran.”
Diskusi berlanjut, Amsar
Dulmanan bilang, Mahbub itu ibarat kiai yang mampu menyederhanakan segala
masalah musykil jadi dipahami siapa pun. Ahmad Makki menggeledah Mahbub dari
segi bahasa. Menurutnya, Mahbub pemberontak literer, mengabaikan EYD. Tapi dia
mengimpasinya dengan kekayaan metafor-metafor genuin, dan sublim. Dan jang
lupa, rasa humornya. Pada titik ini, Mahbub adalah penyihir kata.
Selama diskusi berjalan, di
belakang, seseorang masih gelisah. Benaknya berkecamuk, diseruduk tanda tanya
sebesar gajah. Mahbubnya mana?
Tak ada yang memberi
penjelasan.
Akhirnya ia mencoba
menjawabnya dengan tanda tanya pula: barangkali Mahbub adalah yang baca esai
“Kretek” tadi? Atau yang berbaju hitam kotak-kotak bergaris putih? Atau yang
motret? Atau yang membawa kue tar? Atau yang bertanya apa mimpi Mahbub tentang
Indonesia? Atau yang tak bisa hadir, tapi ingin menyumbang sekadar gorengan?
Atau yang menyumbang air mineral? Atau yang sedang rapat di Cililitan? Ah,
barangkali dia sedang ngerjain skripsi di Condet?
Ciputat, 27 Juli 2011
0 komentar:
Posting Komentar